BAGHDAD, KOMPAS.TV - Mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Colin Powell meninggal akibat komplikasi Covid-19 pada Senin (18/10/2021). AS mengenangnya sebagai pahlawan, negarawan, serta menlu kulit hitam pertama di negara itu.
Akan tetapi, sekitar 11 ribu kilometer ke timur, Powell dikenang secara berbeda. Colin Powell disalahkan sebagai salah satu sosok yang bertanggung jawab atas Perang Irak.
Testimoninya kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah salah satu momen kunci penyebab Perang Irak. Waktu itu, Powell beralasan, invasi AS ke Irak dibutuhkan karena rezim Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal. Informasi Powell berdasarkan sumber intelijen AS.
Tidak hanya beralasan ke PBB, Powell juga menuding pembelaan Irak yang mengaku tak punya senjata pemusnah massal hanyalah “jaring kebohongan”.
Bertahun-tahun kemudian, alasan Colin Powell terbukti keliru.
Baca Juga: Mantan Menlu Amerika Serikat Colin Powell Meninggal Dunia akibat Komplikasi Covid-19
AS memang berhasil mengalahkan Irak. Namun, mereka tak menemukan senjata pemusnah massal. Sebaliknya, perang yang diinisiasi AS memicu puluhan tahun kekerasan yang mengorbankan warga sipil Irak.
“Dia bohong, bohong, dan bohong,” kata Maryam, seorang penulis Irak kepada Associated Press.
“Dia bohong dan kamilah yang harus menanggung perang tanpa henti,” imbuhnya.
Jurnalis Irak yang pernah melempar Presiden George Bush dengan sepatu, Muntadher Al-Zaidi ikut bersuara atas kematian Powell.
“Saya sedih dengan kematian Colin Powell tanpa pernah diadili atas tindakannya di Irak. Namun, saya yakin, pengadilan Tuhan sedang menunggunya,” cuit Al-Zaidi.
Setelah terbukti keliru, Colin Powell sempat merasa bersalah atas kesaksiannya kepada PBB. Ia menyebut kekeliruan fatal itu berasal dari sumber-sumber yang diambil oleh intelijen AS.
Powell menyebut pembelaannya atas invasi Irak “aib dalam karier saya”.
Akan tetapi, Powell tak sepenuhnya menyesal. Ia membela diri dengan membanggakan hasil Perang Irak yang menumbangkan rezim Saddam Hussein.
Saddam ditangkap pasukan AS saat bersembunyi di Irak utara pada Desember 2003. Pada 30 Desember 2006, ia dieksekusi.
Akan tetapi, tumbangnya Saddam Hussein mesti dibayar mahal oleh segenap rakyat Irak. Invasi AS memantik kekerasan sektarian dan munculnya kelompok-kelompok teror. Hasilnya, tak terhitung warga Irak yang mati karena pertempuran.
Baca Juga: Paus Fransiskus Gelar Misa Bagi Korban Perang Irak
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.