YANGON, KOMPAS.TV - Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Singapura mendorong sikap lebih keras terhadap pemimpin junta Myanmar Min Aung Hlaing pada pertemuan "menegangkan" yang memutuskan untuk mengecualikan pemimpin junta militer itu dari KTT regional bulan ini. Demikian diungkapkan empat sumber yang mengetahui pembicaraan tersebut seperti dilansir Straits Times, Selasa, (19/10/2021).
Para menteri luar negeri ASEAN terbelah antara berpegang teguh pada tradisi non-intervensi, dan kebutuhan ASEAN untuk mempertahankan kredibilitas dengan memberikan sanksi kepada pemimpin kudeta, yang memimpin tindakan keras berdarah terhadap perbedaan pendapat sejak merebut kekuasaan dari pemerintah sipil Myanmar pada 1 Februari, kata sumber tersebut.
Akhirnya ketua ASEAN saat ini, Brunei Darussalam, dengan dukungan mayoritas, memilih untuk mencegah Min Aung Hlaing menghadiri KTT virtual para pemimpin ASEAN yang digelar pada 26-28 Oktober. Sebaliknya memutuskan untuk mengundang "perwakilan non-politik" dari Myanmar.
Keputusan itu melanggar kebijakan keterlibatan atau engagement dan non-intervensi ASEAN selama puluhan tahun dalam urusan dalam negeri negara-negara anggota.
"Suasana dalam pertemuan tidak pernah lebih tegang (dari pertemuan menlu ASEAN tersebut)," kata salah satu sumber.
"Jika Anda bertanya kepada saya apakah ASEAN akan melakukan hal seperti ini setahun yang lalu, saya akan mengatakan itu tidak akan pernah terjadi," kata seorang diplomat. "ASEAN sedang berubah."
Baca Juga: Myanmar Nyatakan Tetap Berkomitmen Pada Peta Jalan ASEAN, Namun Ada yang Tidak Bisa Dinegosiasikan
(1/4) At the Emergency ASEAN Foreign Ministers’ Meeting last night, we decided to invite a non-political representative from Myanmar to attend the upcoming ASEAN and related Summits. pic.twitter.com/zm49XCizV0
— Vivian Balakrishnan (@VivianBala) October 16, 2021
Menteri luar negeri Indonesia Retno Marsudi usai bertemu menlu Malaysia Senin, (18/10/2021) mengatakan ASEAN ingin memberi ruang bagi Myanmar untuk memulihkan demokrasinya, terkait alasan tidak mengundang pemimpin junta Myanmar dalam KTT ASEAN mendatang.
Keputusan untuk tidak mengikutsertakan pemimpin junta Myanmar dalam KTT ASEAN pada 26-28 Oktober 2021, kata Retno, juga didasarkan pada penghormatan terhadap prinsip non-intervensi dan prinsip lain dalam Piagam ASEAN seperti demokrasi, pemerintahan yang baik, penghormatan HAM, dan pemerintahan yang konstitusional.
“Guna memberikan ruang bagi Myanmar untuk mengembalikan demokrasi melalui proses politik yang inklusif, maka untuk KTT ASEAN mendatang, hanya akan mengundang wakil (Myanmar) pada level non-politis,” ujar Retno ketika menyampaikan pernyataan pers bersama dengan Menlu Malaysia Saifuddin Abdullah secara virtual pada Senin.
Padahal pada April lalu, pemimpin junta Min Aung Hlaing turut menyepakati Konsensus Lima Poin yang berisi panduan untuk membantu penyelesaian krisis politik yang dipicu kudeta militer terhadap pemerintahan terpilih Myanmar.
“Tidak terdapat perkembangan signifikan dalam implementasi Five-Point Consensus. Upaya kita sebagai satu keluarga (ASEAN) tidak mendapatkan respon yang baik dari militer Myanmar,” tutur Retno.
Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan mengatakan di Twitter, hasil pertemuan itu adalah "keputusan yang sulit tetapi perlu untuk menegakkan kredibilitas Asean".
Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin mengatakan sebelum pertemuan bahwa blok tersebut tidak dapat lagi mengambil sikap netral terhadap Myanmar, jika mengalah, "kredibilitas kami sebagai organisasi regional yang nyata menghilang... Kami hanyalah sekelompok orang yang selalu setuju satu sama lain pada hal-hal yang tidak berharga".
Baca Juga: Junta Militer Myanmar Janjikan Pembebasan Lebih dari 5.000 Tahanan Pengunjuk Rasa Penentang Kudeta
Sumber : Kompas TV/Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.