JAKARTA, KOMPAS.TV - Dalam upaya memberantas peredaran barang bajakan, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM (DJKI Kemenkumham) menjalin kerja sama dengan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Kerja sama ini dilakukan guna menegakkan hukum kekayaan intelektual serta mengeluarkan Indonesia dari status Priority Watch List (PWL) yang dirilis oleh United States Trade Representative (USTR) atau Kamar Dagang Amerika Serikat.
Untuk diketahui, Priority Watch List merupakan daftar yang mendeklarasikan sebuah negara apabila dinilai telah melanggar kekayaan intelektual yang cukup berat.
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Freddy Harris mengatakan bahwa kerja sama ini merupakan wujud keseriusan pemerintah dalam pelaksanaan perlindungan kekayaan intelektual di dalam negeri maupun luar negeri.
“Indonesia sudah bertahun-tahun dalam posisi Priority Watch List (PWL). Masalah ini belum ditangani secara serius. Diharapkan kehadiran berbagai instansi agar Indonesia dapat keluar dari PWL. Tidak hanya dari PWL menjadi Watch List (WL) tapi juga keluar dari semuanya,” kata Freddy.
Selain mengawasi transaksi pasar konvensional, DJKI turut melakukan upaya penandatanganan perjanjian kerja sama dengan e-commerce terkait pengawasan produk bajakan.
Upaya mengeluarkan Indonesia dari PWL juga dilakukan dengan membentuk satuan tugas operasi penanggulangan status PWL di Indonesia.
Satuan tugas dicanangkan terdiri dari berbagai instansi penegak hukum yang akan ditugaskan khusus menangani kasus pelanggaran kekayaan intelektual.
Freddy juga menilai bahwa selama ini tidak ada komunikasi serius terhadap isu ini. Maka itu, penting untuk membangun komunikasi yang baik dalam internal pemerintah maupun komunikasi eksternal dengan USTR.
Urgensi penyelesaian kasus ini tak hanya sekadar mengembalikan kedudukan Indonesia. Dampak positif lain yang akan diterima Indonesia apabila keluar dari status PWL yaitu penurunan angka pajak.
“Produk Indonesia yang nilai pajaknya sekarang 7 persen dapat menjadi 2 persen atau 5 persen tergantung bagaimana kita menindaklanjuti proses hukumnya,” jelasnya.
Kepala Kebijakan Publik Asosiasi E-commerce Indonesia (IdEA), Rofi Uddarojat juga menegaskan pentingnya sinergi antara brand owner, pihak e-commerce, dan satuan tugas Intellectual Property.
“Dari MOU yang telah disepakati, kami akan melakukan koordinasi dengan stakeholder untuk kerja sama yang lebih erat lagi,” ujar Rofi.
Perlunya kampanye kepada masyarakat untuk menggunakan produk dan brand yang legal sesuai dengan kemamapuan finansial masing-masing.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.