MALANG, KOMPAS.TV-Ditiadakannya pertandingan tenis meja dalam perhelatan Pekan Olahraga Nasioal atau PON XX membuat para atlet kecewa.
Mereka berharap dualisme kepengurusan segera usai agar bisa kembali berlaga dan mendapat pembinaan yang semestinya.
Seperti yang dirasakan oleh atlet muda yang tergabung di perkumpulan tenis meja (PTM) Makota Malang.
Ada dua atlet yang sebenarnya berpotensi untuk ikut dalam perhelatan PON.
Namun mereka harus merelakan kesempatan mereka, karena cabor tenis meja tidak dipertandingkan dalam PON tahun ini.
Manajer PTM Makota Malang Hendro Sumardiko menuturkan, absennya pertandingan tenis meja kemungkinan karena dualisme yang terjadi dalam kepengurusan PTMSI.
Selama sebelas tahun dualisme terus berlarut-larut dan tak kunjung rekonsiliasi.
"Karena dualisme sudah terjadi 11 tahun berlarut-larut, atlet yg dirugikan karena dengan ini tidak ada di PON, akhirnya tidak bisa berlaga. Sebelumnya tidak bisa berlaga di Sea Games karena tidak dikirimkan. Fatalnya pembinaan ke atlet muda terbengkalai, baik kelompok umur atau umum. Itulah mengapa yang jadi korban atlet" katanya pada Kompas TV.
Salah satu atlet, Putri Nursiabani, mengaku kecewa karena dualisme kepengurusan berakibat fatal pada para atlet yang akhirnya gagal bertanding di PON.
Padahal Ia telah tekun berlatih untuk mempersiapkan diri mengikuti PON.
"Pasti kecewa, latihan dua tahun setengah buat persiapan PON. Harapannya gak ada dualisme biar jadi satu biar jelas" katanya.
Kini para atlet ini pun memilih menyiapkan diri untuk Porprov Jatim 2022.
Mereka berharap dualisme kepengurusan PTMSI segera usai agar para atlet bisa mendapat pembinaan yang semestinya.
#tenismeja #ponxx
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.