JAKARTA, KOMPAS.TV - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) dan Universitas Indonesia Faisal Basri meminta pemerintah untuk tidak melibatkan dua penjabat menteri dalam pengambilan keputusan soal kenaikan harga komoditas energi.
Dua menteri tersebut, yaitu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Faisal menjelaskan, apabila keputusan yang diambil melibatkan Luhut dan Airlangga yang terjadi ialah konflik kepentingan. Keduanya dikenal memiliki perusahaan tambang batu bara.
"Saya minta di sini, Pak Luhut jangan ambil keputusan karena Pak Luhut ada konflik kepentingan dan Airlangga Hartarto ada konflik kepentingan. Dicek pejabat-pejabat yang punya perusahaan tambang tidak boleh ikut mengambil keputusan," kata Faisal Basri dalam program "B-Talk Bussines Talk" Kompas TV, Selasa (5/10/2021) malam.
Oleh karena itu dalam persoalan ini, Faisal mendorong Presiden RI Joko Widodo yang harus mengambil kebijakan. Salah satunya bisa dengan mengeluarkan peraturan presiden (perpres).
Baca Juga: Airlangga dan Luhut Ada di Pandora Papers, Sekjen Golkar: Sumbernya Belum Jelas
"Jadi yang harus mengambil keputusan kali ini presiden dengan menteri esdm, lah, berunding. Tapi cek dulu apa dia [menteri esdm] punya tambang endak. Setau saya, endak. Tapi jangan Airlangga jangan Luhut," kata Faisal.
Salah satu yang perlu ada dalam kebijakan tersebut, yakni soal penerapan pajak ekspor progresif batu bara. Hal tersebut dilakukan guna berdampak positif terhadap rakyat. Kata dia, kalau bisa pajak progresif itu, harus lebih progresif dari sawit.
Terlebih, kata Faisal, soal bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di Indonesia dikuasai negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Faisal juga menyebut bahwa kekayaan alam tersebut bukan milik segelintir orang atau perusahaan. Seperti, Haji Isam, Bakrie, Adaro, Luhut, dan Airlangga.
"Ingat lho sawit itu banyak petaninya, jutaan petani, batu bara enggak ada petaninya, kok takut bener sama Haji Isam," ujarnya.
Perlu diketahui, berdasarkan harga batu bara acuan (HBA) bulan Oktober 2021 menembus angka 161,63 dolar AS per ton akibat dipengaruhi permintaan yang terus meningkat di China.
Faisal berharap, pajak ekspor progresif itu akan dikenakan sebesar 20 persen. Apabila kembali naik, maka terus dinaikan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.