WASHINGTON, KOMPAS.TV — Sebagian besar negara-negara di dunia tidak siap menghadapi banjir, angin topan, dan kekeringan yang diperkirakan akan memburuk seiring dengan terjadinya perubahan iklim.
Karena itu, sangat dibutuhkan sistem peringatan yang lebih baik untuk mencegah bencana terkait air.
Hal ini disampaikan dalam laporan badan cuaca Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
“Pengelolaan air global terpecah-pecah dan tidak memadai," ujar laporan yang diterbitkan Selasa (5/10/2021).
Badan cuaca PBB juga menemukan, hampir 60% dari 101 negara yang disurvei membutuhkan sistem prakiraan yang lebih baik, untuk mencegah dampak yang ditimbulkan akibat cuaca buruk.
“Seiring pertumbuhan populasi, jumlah orang yang membutuhkan air diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 5 miliar pada tahun 2050. Jumlah ini naik dari 3,6 miliar pada tahun 2018,” kata laporan itu, seperti dikutip dari The Associated Press.
Baca Juga: Korea Utara Peringatkan Dewan Keamanan PBB agar Tidak Merecoki Program Rudalnya
Tindakan yang direkomendasikan untuk ditingkatkan adalah sistem peringatan dini yang lebih baik untuk daerah rawan banjir dan kekeringan.
Sistem peringatan dini harus dapat memperkirakan kapan sungai akan meluap. Selain itu, pendanaan dan koordinasi yang lebih baik di antara negara-negara dalam pengelolaan air juga diperlukan.
“Kita perlu membangun (sistem) untuk menghadapi krisis air yang mengancam,” kata Petteri Taalas, Sekretaris Jenderal Organisasi Meteorologi Dunia.
Laporan tersebut menemukan bahwa sejak tahun 2000, bencana terkait banjir secara global meningkat 134% dibandingkan dengan dua dekade sebelumnya.
Sedangkan sebagian besar kematian dan kerugian ekonomi terkait banjir terjadi di Asia. Tahun lalu, curah hujan ekstrem menyebabkan banjir besar di Cina, India, Indonesia, Jepang, Nepal, dan Pakistan.
Baca Juga: Penjaga Perdamaian PBB di Mali Tewas Akibat Serangan Bom Rakitan
Frekuensi bencana terkait kekeringan naik 29% selama periode yang sama. Negara-negara Afrika mencatat kematian terkait kekeringan paling banyak.
Sedangkan kerugian ekonomi paling parah akibat kekeringan terjadi di Amerika Utara, Asia dan Karibia.
Secara global, laporan tersebut menemukan 25% dari semua kota sudah mengalami kekurangan air. Selama dua dekade terakhir, dikatakan bahwa pasokan gabungan air permukaan, air tanah, dan air yang ditemukan di tanah seperti salju, dan es di planet ini telah menurun sebanyak 1 sentimeter per tahun.
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.