JAKARTA, KOMPAS.TV – Kapal survei China, Haiyang Dizhi Shihao 10 yang sempat mondar-mandir di kawasan perairan Laut Natuna Utara diprediksi akan kembali lagi.
Haiyang Dizhi-10 merupakan kapal survei yang dilengkapi berbagai peralatan untuk mengambil dan meneliti sampel makhluk hidup, sedimen, dan gambar dari bawah laut. Selain itu, Haiyang Dizhi-10 juga memiliki peralatan seismic wave detection untuk memetakan kontur dasar laut.
Peneliti dari Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Imam Prakoso mengatakan, berdasarkan sinyal perangkat identifikasi otomatis (AIS), Haiyang Dizhi 10 terpantau telah keluar dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia pada 29 September 2021.
Saat ini, kapal tersebut sandar di gugusan karang Fiery Cross. ”Tampaknya Haiyang Dizhi 10 tengah mengisi ulang perbekalan di Fiery Cross. Kemungkinan besar kapal itu akan kembali lagi ke LNU dalam waktu dekat,” kata Imam, Sabtu (2/10/2021).
Untuk diketahui, kapal survei China itu sebelumnya terpantau beroperasi di ZEE Indonesia sejak akhir Agustus 2021.
Baca Juga: Bakamla akan Sampaikan Konsep Strategi Atasi Polemik Perairan Natuna ke Kementerian Pertahanan
Pada 2-27 September, kapal terpantau melintas zig-zag dan diduga melakukan riset bawah laut di perairan mengandung cadangan minyak dan gas paling besar di Indonesia. Dalam hal ini, pada perairan yang berada di antara Blok Migas Tuna dan Blok Migas Sokang.
Kehadiran Haiyang Dizhi 10 dan sejumlah kapal penjaga pantai China di Laut Natuna Utara (LNU) tersebut sempat memancing kedatangan kapal induk Amerika Serikat, USS Carl Vinson, pada 11 September.
Dua hari kemudian, China merespons hal itu dengan mengirimkan sejumlah kapal militernya, salah satu yang teridentifikasi adalah kapal perusak Kunming-172.
Haiyang Dizhi 10 menghidupkan AIS selama beroperasi di LNU. Sinyal AIS yang dipancarkan Haiyang Dizhi 10 dapat digunakan untuk memetakan pergerakan kapal tersebut.
Menurut Imam, lintasan zig-zag itu menjadi indikasi kuat bahwa Haiyang Dizhi 10 melakukan riset bawah laut di LNU.
Oleh karena itu, IOJI mendesak Pemerintah RI segera agar mencari tahu point of interest dari Pemerintah China yang mengerahkan kapal surveinya untuk menggelar riset di lokasi tersebut.
Mengingat, gugusan karang di Laut China Selatan yang juga diklaim oleh Vietnam dan Filipina itu dikuasai China pada 1988.
Kini, China menggunakan Fiery Cross sebagai pangkalan armada penjaga pantai mereka. Selain itu, China juga membangun landasan udara di gugusan karang tersebut.
Baca Juga: KSAL Yudo Margono Tegaskan Tak Ada Ribuan Kapal Asing di Laut Natuna: KRI dan Pesawat Kita Standby
Sumber : Kompas TV/Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.