JAKARTA, KOMPAS.TV- Mantan pegawai Fungsional KPK di Biro Humas, Tata Khoiriyah blak-blakan membantah bendera HTI yang menjadi kontroversi milik satu di antara penyidik KPK yang tak lolos TWK. Diungkap Tata, bendera yang diasumsikan berlambang HTI adalah milik jaksa yang ditugaskan Kejaksaan Agung di KPK.
“Bendera tersebut berada di meja dari seorang jaksa, dan jaksa tersebut bukan bagian dari 57+ yang disingkirkan lewat TWK yang melanggar HAM dan maladministrasi,” kata Tata Khoiriyah, dikutip Kompas.TV dari keterangannya untuk publik, Senin (4/10/2021).
Tata menuturkan, jaksa tersebut adalah ASN yang dipekerjakan di KPK dari kementerian atau lembaga pemerintah.
“Sehingga dalam proses alih status pegawai KPK kemarin tidak mengikuti TWK yang kontroversial. Kan statusnya sudah ASN dong. Pemilik meja bukan pegawai independen KPK yang proses rekruitmennya dilakukan oleh KPK secara mandiri,” ujarnya.
Baca Juga: Eks Pegawai KPK Sayangkan Isu Lama Bendera HTI Dimunculkan Lagi
Dalam informasi yang diterimanya, Tata menuturkan Jaksa pemilik bendera yang diasumsikan HTI diperiksa melalui proses persidangan etik Dewan pertimbangan pegawai (DPP) dengan memanggil saksi ahli dari kemenag. Selain itu, lanjut Tata, Jaksa tersebut juga diperiksa oleh instansi asalnya, Kejaksaan Agung.
“Informasi yang saya dapatkan, saksi ahli yang diundang adalah tim ahli dari Kemenag RI. Pemilihan tersebut tentu mempertimbangkan posisi perwakilan bisa jadi jembatan yang netral untuk masukan para Dewan Pertimbangan Pegawai,” kata Tata.
“Penjelasan saksi ahli menyimpulkan bahwa bendera tersebut bukan bendera HTI.”
Baca Juga: PNS Dilarang Berhubungan dengan HTI dan FPI, Ada Sanksinya Jika Dilanggar
Atas dasar itu, Tata menilai penuduhan Taliban itu tidak bisa menjadi pembenaran bahwa 57 lebih pegawai KPK pantas diberhentikan lewat TWK yang melanggar HAM dan maladministrasi.
“Karena faktanya di dalam 57+ pegawai KPK tersebut ada 6 orang nasrani (salah satunya adalah pendiri Oikumene KPK), ada budhis, ada hindu, dan ada sebagain besar nahdliyyin seperti saya contohnya,” ujar Tata.
Dalam penjelasannya, Tata mengaku sedih dengan adanya narasi Taliban di KPK yang bahkan muncul dan beredar hingga di kalangan nahdliyyin. Untuk itu, Tata merasa punya tanggung jawab moral untuk menjelaskan agar nahdliyyin tidak menjadi korban dari berita bohong atau hoaks.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.