JAKARTA, KOMPAS.TV- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menerima hampir 5.000 transaksi mencurigakan terkait tindak pidana pendanaan terorisme selama 5 tahun terakhir.
Pernyataan itu disampaikan oleh Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana RAE dalam Dialog Kebangsaan Penegakan Hukum di Sektor Jasa Keuangan, Jumat (1/10/2021).
“Kalau membaca data yang sampai ke PPATK ini selama 5 tahun terakhir khususnya ya, kenapa ini menjadi sangat relevan? Kita itu sudah menerima laporan transaksi keuangan mencurigakan itu hampir 5.000 yaitu 4.000 sekian yang terkait dengan tindak pidana pendanaan terorisme,” kata Dian.
Dian mengatakan, temuan transaksi mencurigakan yang jumlahnya tidak sedikit itu tentunya sangat mengkhawatirkan. Dalam hal ini, kata Dian, PPATK telah mengeluarkan sekitar 261 informasi (hasil analisis) mengenai pendanaan terorisme dan radikalisme ke berbagai lembaga.
Baca Juga: Operasi Madago Raya Perpanjang Masa Pengejaran Teroris MIT Poso hingga Desember
“Ke BIN, BNPT, Densus 88 juga, juga ada kepolisian yang secara umum,” sebutnya.
Dalam keteranganya, Dian menjelaskan, transaksi mencurigakan terkait tindak pidana pendanaan terorisme terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2016, transaksi mencurigakan terkait tindak pidana pendanaan terorisme berjumlah 340 laporan.
“Kemudian pada 2017 naik menjadi 864 dan selanjutnya yang paling tinggi malah di 2020 (di masa pandemi Covid-19),” katanya.
Sementara itu, Direktur The Indonesia Intelligence Institute Ridlwan Habib mengatakan, saat ini transaksi pendanaan terorisme mengalami pergeseran. Jika transaksi biasanya melalui rekening yang bisa dipantau PPATK, saat ini kelompok teroris mengakalinya dengan sistem cashless atau uang tunai.
Baca Juga: Selandia Baru Sahkan UU tentang Rencana Terorisme Dianggap Kejahatan
“Jadi kan kalau PPATK, mereka menelusuri menggunakan rekening ya. Jadi melalui metodologi tadi yang Pak Dian tidak bisa sampaikan karena itu bagian dari intelijen keuangan. Nah, mereka kemudian mengakalinya dengan uang cash, kalau uang cash disimpan di peti atau di koper kan PPATK susah mau mendeteksi,” kata Ridlwan.
“Tapi alhamdulillah, Densus 88 dengan profesional juga berhasil membongkar beberapa simpul-simpul yang menyimpannya dalam bentuk cash itu. Dalam bentuk kotak-kotak amal, kotak-kotak sumbangan itu yang kemudian belum dimasukan ke sistem rekening.”
Dalam pernyataannya, Ridlwan menyampaikan, kelompok-kelompok teroris memang beroperasi secara dinamis untuk mengakali hukum positif di Indonesia. Apalagi, kata Ridlwan, baru di rezim ini sumber keuangan kelompok teroris benar-benar dikejar secara intensif.
“Karena bagaimana pun juga, sumber darah gerakan mereka ya dari uang ini. Kalau mereka nggak punya logistik, ya nggak bisa melakukan kaderisasi, nggak beli bahan peledak,” katanya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.