JAKARTA, KOMPAS.TV - Guru Besar Fakultas Teknologi Industri (FTI) Institut Teknologi Bandung Dwiwahju Sasongko mengatakan, tantangan ke depan adalah memanfaatkan batubara secara lebih bijak dengan mengembangkan teknologi pengolahan batubara yang lebih bersih dan ramah lingkungan.
”Apakah mungkin kita bisa menuju energi bersih dengan tetap menggunakan batubara? Ini yang akan menjadi tantangan,” ucapnya dalam webinar Hilirisasi Batubara untuk Kemandirian Energi, Jumat (24/9/2021) malam.
Diketahui, sejumlah negara investor utama di sektor energi berbasis batubara ramai-ramai menyatakan untuk beralih mengembangakan energi hijau yang rendah karbon. Salah satunya China, selaku investor terbesar proyek PLTU batubara dunia yang menyatakan tidak akan membangun pembangkit listrik berbasis batubara lagi di luar negeri.
Menurut Sasosngko, dibutuhkan penelitian mendalam untuk mengembangkan teknologi yang dapat mengurangi berbagai emisi karbon dari proses pengolahan batubara.
Misalnya, mengatasi abu dan karbon dioksida (CO2) tak netral yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara agar bisa diolah kembali dan tidak berdampak buruk pada lingkungan.
”Kami sedang mendalami bagaimana mengonversi CO2 yang dilepaskan PLTU menjadi produk berharga,” terang Sasongko.
Pihaknya telah mengusulkan proses fotokatalitik atau elektrokimiawi agar CO2 tidak langsung dilepas ke atmosfer, tetapi dipisahkan dan dimanfaatkan untuk menjadi metanol. Sehingga, metanol tidak hanya dihasilkan dari batubara, tetapi juga dari buangan CO2 batubara
Baca Juga: Batubara Mulai Ditinggalkan Investor, Indonesia Justru Pacu Hilirisasi
Program hilirisasi
Sementara, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sujatmiko menyampaikan, saat ini, ada dua proyek gasifikasi batubara yang sudah ditetapkan sebagai proyek strategis nasional.
Proyek gasifikasi batubara tersebut untuk menghasilkan produk substitusi bahan bakar dan bahan baku industri kimia. Beberapa yang akan segera direalisasikan adalah gasifikasi batubara menjadi bahan bakar gas alternatif dimethyl ether (DME) dan metanol.
Proyek pertama, gasifikasi batubara ke DME oleh PT Bukit Asam (Tbk) di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Kedua, gasifikasi batubara ke metanol oleh PT Kaltim Prima Coal (KPC) di Kutai Timur, Kalimantan Timur. Keduanya ditargetkan mulai berjalan pada 2024-2025.
Secara garis besar, ada 10 rencana program pengembangan dan hilirisasi batubara untuk mengoptimalisasi pemanfaatan batubara di dalam negeri dengan penerapan teknologi yang diklaim lebih ramah lingkungan dan mampu menurunkan kadar sumbangan emisi karbon dari batubara.
Selain gasifikasi batubara ke metanol dan DME, ada juga program pencairan batubara (coal liquefaction) menjadi gasolin dan solar, pembuatan briket batubara (coal briquette) untuk kebutuhan biomassa dan briket terkarbonisasi, serta pembuatan kokas (cokes making) untuk batubara metalurgi.
Selain itu, peningkatan mutu batubara (coal upgrading) untuk kebutuhan kelistrikan dan industri serta ekstraksi asam humat dan asam fulvat dari batubara sebagai bahan material pupuk untuk industri agro.
Pemerintah pun berencana mengoptimalkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) melalui pengembangan teknologi batubara yang lebih ramah lingkungan. Di antaranya, integrated coal gasification combined cycle (IGCC), clean coal technology (CCT), dan carbon capture, utilization and storage (CCUS) atau mencampur batubara dengan biomassa dalam proses pembakaran (co-firing biomass).
Baca Juga: China Tak Lagi Danai PLTU Batubara, Bagaimana Nasib Indonesia?
Sumber : Kompas TV/Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.