NEW YORK, KOMPAS.TV – Junta militer Myanmar secara sistematis menculik kerabat warga yang disasar untuk ditangkap. Mereka yang diculik termasuk anak-anak, bahkan bayi berusia 5 bulan.
Hal itu diungkap pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Myanmar, Tom Andrews.
Dalam pidatonya pada Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, Rabu (22/9/2021), Andrews menyebut bahwa kondisi Myanmar terus memburuk.
“Upaya komunitas internasional sekarang untuk menghentikan situasi Myanmar tidak berhasil,” ujarnya seperti dilansir The Guardian, Kamis (23/9/2021).
Pidato Andrews disertai laporan yang dirilis Dewan HAM PBB pada Kamis. Laporan itu memperingatkan akan ‘bencana HAM’, serta potensi pelanggaran sejak kudeta militer menjadi kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Baca Juga: 10 Warga Desa Tewas Terbunuh dalam Bentrokan dengan Junta Militer Myanmar
Menurut laporan PBB itu, militer Myanmar telah membunuh lebih dari 1.100 orang. Laporan itu merinci pembunuhan sistematis dan terencana junta, termasuk penggunaan senapa semi otomatis dan penembak jitu untuk mengatasi para pengunjuk rasa prodemokrasi.
Senjata yang dirancang untuk konfrontasi militer seperti peluncur roket dan peluru artileri, juga digunakan terhadap para demonstran dan ditembakkan ke area pemukiman warga.
Hingga Juli, menurut Andrews, junta telah membunuh sedikitnya 75 anak-anak dalam rentang usia 14 bulan hingga 17 tahun.
Jika tak dapat menangkap warga yang disasar, imbuhnya, militer akan menculik anggota keluarga mereka agar mereka menyerahkan diri.
“Saya telah menerima laporan-laporan yang dapat dipercaya bahwa junta telah secara sewenang-wenang menangkap sedikitnya 177 individu saat target penangkapan semula berhasil lolos dari penangkapan. Para korban penangkapan ini termasuk anak-anak kecil, paling muda berusia 20 bulan,” tutur Andrews.
Baca Juga: Junta Militer Myanmar Kesulitan Rekrut Anggota Baru, Diyakini akibat Kudeta dan Kebrutalan
Lebih dari 8.000 orang telah ditangkap sejak militer mengambil alih kekuasaan pada 1 Februari lalu. Militer menangkapi siapapun yang menentang mereka, mulai dari politisi, aktivis, pekerja medis hingga jurnalis.
“Kami terus menerima laporan dari berbagai lokasi tentang teknik interogasi yang menerapkan perlakuan buruk dan penyiksaan."
Kami juga punya informasi kredibel bahwa lebih dari 120 tahanan telah meninggal dalam penahanan, dan beberapa bahkan tewas dalam jangka waktu 24 jam setelah penangkapan mereka,” ujar Michelle Bachelet, pejabat tinggi PBB.
Sumber : The Guardian
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.