KABUL, KOMPAS.TV - Kerabat para korban serangan pesawat tak berawak Amerika Serikat yang menewaskan 10 anggota keluarga Afghanistan dalam 'kesalahan tragis' menuntut permintaan maaf secara tatap muka langsung di hadapan keluarga serta menuntut kompensasi.
Ezmarai Ahmadi salah diidentifikasi sebagai militan Negara Islam oleh intelijen AS, yang melacak Toyota putihnya selama delapan jam pada 29 Agustus sebelum menargetkan mobil dengan peluru, menewaskan tujuh anak dan tiga orang dewasa.
Seorang jenderal militer Amerika Serikat mengakui serangan itu adalah sebuah kesalahan, dan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin meminta maaf kepada kerabat mereka yang tewas.
Namun, keponakan Ahmadi yang berusia 22 tahun, Farshad Haidari, mengatakan itu tidak cukup.
"Mereka harus datang ke sini dan meminta maaf kepada kami secara langsung," katanya kepada AFP, seperti dilansir France24 di sebuah rumah sederhana yang dapat serangan bom di Kwaja Burga, sebuah lingkungan padat penduduk di barat laut ibu kota Afghanistan yang dikutip, Sabtu (19/9/2021).
Haidari, yang saudara laki-lakinya Naser dan sepupunya yang lebih muda juga tewas dalam serangan itu, mengatakan AS tidak melakukan kontak langsung dengan keluarga tersebut.
"Mereka harus datang dan memberi kompensasi," katanya.
"Mereka (keluarga saya) bukan teroris, dan sekarang jelas bagi mereka dan seluruh dunia untuk melihatnya," katanya tentang kerabatnya.
Haidari menambahkan dia ingin para pejabat menangkap dan mengadili mereka yang bertanggung jawab atas penembakan rudal tersebut.
"Sebagian besar dari mereka pernah bekerja dengan orang Amerika," kata Haidari.
"Naser telah bekerja dengan orang Amerika selama sekitar 10 tahun. Paman saya juga bekerja dengan organisasi internasional."
Pada saat kematiannya, Ahmadi bekerja untuk sebuah kelompok bantuan Amerika Serikat.
Baca Juga: Militer AS Minta Maaf atas Serangan Drone di Kabul yang Tewaskan 10 Warga Sipil Afghanistan
Haidari mengatakan semua korban telah menerima surat-surat evakuasi dan berharap untuk segera pergi ke Amerika Serikat, seperti banyak warga Afghanistan yang ingin melarikan diri dari Afghanistan yang baru dikuasai Taliban.
Sumber : Kompas TV/France24
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.