YOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Badan Meteorologi, Geofisika dan Klimatologi (BMKG) memprediksi potensi hujan lebat disertai petir atau angin kencang di 27 provinsi di Indonesia pada 13 sampai 20 September 2021. Prediksi ini membuat pakar klimatologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Emilya Nurjani angkat bicara.
Ia memaparkan dua upaya mitigasi yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi dampak tersebut. Pertama, mitigasi struktural dan kedua, mitigasi non-struktural.
“ Mitigasi struktural merupakan langkah pengurangan risiko bencana melalui rekayasa teknis bangunan tahan bencana,” ujarnya dalam siaran pers, Rabu (15/9/2021).
Baca Juga: Cuaca Ekstrem Hujan Lebat, Drainase Air Meluap Picu Banjir di Kota Ternate
Menurut Emilya, sejumlah upaya mitigasi struktural yang bisa diambil menghadapi kerentanan bencana yang mungkin muncul akibat hujan lebat antara lain membersihkan sampah yang ada di selokan, sungai maupun tubuh airnya untuk meningkatkan volume tangkapan sungai saat hujan, memperbaiki tanggul baik tanggul beton atau tanggul alam sungai agar debit air sungai tidak meluap, memperbaiki pintu air bendung untuk pengaliran ke saluran irigasi, serta memperkuat zona perakaran tanaman di tebing bukit.
Sementara, upaya mitigasi non-struktural yang dimaksud berkaitan dengan kebijakan atau peraturan tertentu. Teknisnya, bisa dilakukan dengan sosialisasi kepada masyarakat secara bersama-sama terkait potensi bencana yang mungkin terjadi saat hujan lebat.
Lalu, pemberdayaan masyarakat sebagai relawan, regulasi dan peraturan untuk mitigasi dan adaptasi bencana.
Ia juga merekomendasikan langkah-langkah yang harus disiapkan untuk mengantisipasi bencana akibat hujan lebat. Salah satunya, regulasi atau peraturan (SOP) yang menyangkut tugas yang harus dilakukan dan di wilayah mana, termasuk sumber pendanaan.
Selanjutnya, sosialisasi kepada masyarakat setempat yang memiliki potensi terdampak ataupun tidak untuk lebih peduli terhadap upaya mitigasi dan adaptasi.
“Pemerintah perlu membangun teknologi untuk mitigasi dan adaptasi karena dengan peningkatan kapasitas maka risiko bencana akan berkurang,” ucap dosen Fakultas Geografi UGM ini.
Emilya menyarankan masyarakat untuk menerapkan teknologi rain water harvesting atau menampung air hujan yang jatuh di atap rumah lewat talang dan ditampung dalam penampungan air hujan.
Air hasil tampungan bisa dimanfaatkan untuk simpanan air atau masukkan kedalam sumur resapan untuk pengisian air tanah, keperluan mencuci dan mandi, maupun untuk kolam.
Baca Juga: Round-Up Sorotan Berita: BMKG Prediksi Hujan Lebat Sepekan, Kalapas Tangerang Diperiksa, MU Dilibas
“Langkah tersebut bisa ditempuh untuk mengurangi air hujan yang terbuang menjadi air larian yang bisa menjadi air genangan,” tuturnya.
Upaya lain mengatasi dampak bencan akibat hujan lebat disertai angin kencang bisa dilakukan dengan menebang cabang pohon yang sudah tinggi atau memangkas ujung-ujung pohon untuk mengantisipasi bencana angin kencang yang mungkin terjadi saat hujan lebat.
Tak hanya itu, masyarakat di daerah pedesaan juga bisa membuat sumur resapan bersama (biopori) atau membersihkannya sehingga tebal air hujan yang ditampung bisa lebih banyak.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.