Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Sejumlah Pihak Desak Pemerintah Tak Naikkan Cukai Hasil Tembakau Tahun Depan

Kompas.tv - 10 September 2021, 15:25 WIB
sejumlah-pihak-desak-pemerintah-tak-naikkan-cukai-hasil-tembakau-tahun-depan
Petani memeriksa kondisi tanaman tembakau mereka yang rusak akibat hujan lebat di Desa Bangket Parak, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah, NTB, Rabu (30/6/2021). (Sumber: Kompas.id/ Ismail Zakaria)
Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) meminta pemerintah untuk memberikan relaksasi kepada industri hasil tembakau (IHT) pada 2022. Dengan cara tidak menaikkan cukai. Alasannya, IHT membutuhkan tiga tahun untuk memulihkan diri.

Ketua Umum Gappri Henry Najoan mengatakan kenaikan cukai pada tahun 2020 dan 2021 memberikan dampak signifikan terhadap IHT, sehingga produksi rokok legal menurun hingga 60 miliar batang.

Menurut Henry, tarif cukai yang naik secara eksesif, membuat pelaku IHT sulit untuk mempertahankan produksinya. Kondisi ini ditambah lagi dengan adanya pandemi Covid-19, yang memaksa pelaku IHT untuk melakukan sejumlah efisiensi.

“Bila Pemerintah kembali menaikkan tarif cukai secara eksesif tahun depan, dikhawatirkan pelaku IHT tidak mampu bertahan yang dampaknya mengancam mata pencaharian hampir 6 juta tenaga kerja dalam mata rantai IHT,” ungkapnya di Jakarta, Jumat (10/9/2021).

Henry juga berharap akan ada peta jalan (roadmap) IHT yang berkeadilan yang tidak hanya memberikan kepastian hukum tapi juga memberikan exit strategy bagi IHT.

"IHT bukan hanya industri yang padat karya namun juga padat aturan. Gappri berharap nanti ada omnibus law khusus untuk IHT," ujarnya.

Hal serupa juga diutarakan oleh Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar (Mintemgar) Kementerian Perindustrian, Edy Sutopo yang mengusulkan untuk tidak menaikkan cukai rokok.

Baca Juga: YLKI Tolak Pemberlakuan SNI untuk Produk Hasil Tembakau Seperti Rokok dan Vape

Menurutnya, ekonomi IHT masih belum pulih, dan jika cukai tetap dinaikkan, rokok ilegal akan semakin meningkat peredarannya. Selain itu, pihaknya juga mendorong kesejahteraan petani ditingkatkan melalui dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT).

Tak hanya itu, ia juga terus mendorong pembatasan importasi tembakau dan kemitraan komunitas petani agar petani tembakau kita semakin sejahtera.

“Belum waktunya melakukan revisi PP 109 Tahun 2012, selain itu sistem 10 layer yang diterapkan merupakan sistem yang paling adil,” ujarnya.

Pernyataan itu juga didukung oleh Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator Perekonomian (Kemenko Perekonomian) Atong Soekirman yang menilai regulasi yang mengatur IHT saat ini telah sukses, dan tidak ada urgensi untuk melakukan revisi PP 109 Tahun 2012.

Atong mengungkapkan bahwa Kemenko Perekonomian saat ini sedang menyusun peta jalan IHT yang komprehensif.

Beberapa pihak telah diundang untuk berdiskusi tentang peta jalan tersebut, dan beberapa waktu ke depan Kemenko Perekonomian akan mengundang Kementerian Keuangan serta Kementerian Kesehatan.

"Penyusunan roadmap yang sedang dijalankan oleh Kemenko Ekonomi adalah untuk mencari titik keseimbangan antara kepentingan semua pihak," katanya.

Menurut Atong, angka kenaikan cukai yang ideal adalah 3-8 persen. Jika lebih dari itu, sambungnya, peredaran rokok ilegal pasti akan meningkat.

Baca Juga: Tembakau Sumbang Penerimaan Cukai Terbesar dengan Nilai Rp 88,54 Triliun di Semester I-2021

 




Sumber : Kompas TV/Antara




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x