JAKARTA, KOMPAS.TV- Sejumlah bankir melaporkan kredit macet yang jumlahnya naik akibat pandemi ke Presiden Joko Widodo, di Istana Negara, Rabu (8/9/2021). Mereka pun mengusulkan sejumlah solusi untuk mengatasi itu, salah satunya skema pencadangan bank yang perlu distandarisasi.
Pencadangan diperlukan untuk menjaga likuiditas bank saat kredit macet naik. Likuiditas adalah kemampuan bank untuk membayar utang atau kewajiban lainnya dalam jangka pendek.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, saat ini pencadangan perbankan nasional rata-rata sudah 150 persen. Namun ada juga perbankan yang pencadangannya kurang dari itu.
"Ada usulan dari perbankan terkait dengan pencadangan terhadap NPL (non performing loan/kredit bermasalah)," kata Airlangga usai pertemuan.
Baca Juga: Ini Cara Ajukan Keringanan Kredit ke Leasing Agar Debt Collector Tak Asal Sita
"Namun, pencadangan ini perlu diformulasi antara standar akuntingnya yaitu berbasis PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) dan perpajakan. Karena perbedaan pencadangan ini berakibat terhadap pembayaran perhitungan pajak. Dan Presiden meminta ini untuk dibahas lebih lanjut," ujarnya.
Berdasarkan laporan keuangan masing-masing bank, tercatat BNI memiliki NPL paling tinggi di semester I tahun ini, yaitu 3,9 persen. Kemudian Bank Panin dan BRI masing-masing 3,3 persen, lalu Bank Mandiri 3,08 persen, Bank Danamon 3 persen, Bank CIMB Niaga 2,57 persen, dan BCA 2,4 persen.
Sedangkan NPL rata-rata industri sebesar 3,22 persen. Jumlah itu naik dibandingkan semester I 2020 yang sebesar 2,89 persen. Namun, masih dibawah batas maksimal yang ditetapkan sebesar 5 persen.
Kredit macet naik selama pandemi, karena banyak orang dan perusahaan yang keuangannya berantakan. Sehingga mereka kesulitan membayar utang dan bunganya kepada bank.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.