WELLINGTON, KOMPAS.TV - Musim dingin yang baru berakhir di Selandia Baru tercatat sebagai musim dingin terpanas. Para ilmuwan mengatakan bawa perubahan iklim telah mendorong suhu yang semakin tinggi.
Selama musim dingin dari Juni hingga Agustus, suhu rata-rata yang tercatat tahun ini adalah 9,8 derajat Celcius, menurut Institut Penelitian Air dan Atmosfer Nasional Selandia Baru.
Suhu tersebut lebih hangat 1,3 derajat celcius di atas rata-rata suhu musim dingin dan dan 0,2 derajat Celsius lebih tinggi dari rekor sebelumnya yang tercatat pada tahun lalu. Para ilmuwan telah membuat catatan sejak 1909, tetapi sebagian besar musim dingin terhangat hanya terjadi baru-baru ini.
Baca Juga: Selandia Baru Laporkan Kematian Perdana karena Vaksin Covid-19 Pfizer, Diyakini Efek Samping Langka
Nava Fedaeff, seorang ahli meteorologi di institut tersebut, mengatakan bahwa selain pemanasan global, tahun ini ada lebih banyak angin hangat dari utara dan suhu laut yang lebih hangat.
Dia mengatakan tren pemanasan dapat dilacak melalui konsentrasi karbon dioksida, yang telah meningkat di Selandia Baru dari 320 bagian per juta 50 tahun yang lalu menjadi sekitar 412 bagian per juta hari ini.
Fedaeff mengatakan, hujan salju di ketinggian yang lebih rendah jauh di bawah rata-rata pada musim dingin tahun ini, karena sering diganti dengan hujan. Hal ini dapat membuat tingkat sungai lebih rendah di akhir tahun karena akan lebih sedikit pencairan salju. Dampaknya dapat terasa pada sektor irigasi untuk pertanian.
Ada juga peristiwa cuaca yang lebih ekstrem, kata Fedaeff, termasuk banjir parah di beberapa tempat dan musim kemarau di tempat lain.
Baca Juga: Terinspirasi ISIS, Seorang Pria Sri Lanka Tikam Enam Orang di Auckland
Profesor James Renwick, seorang ilmuwan iklim dari Victoria University of Wellington, mengatakan bahwa setidaknya dalam jangka pendek, beberapa petani Selandia Baru yang memelihara sapi atau domba mungkin akan mendapat manfaat dari musim tanam rumput yang lebih lama.
Namun dia mengatakan perubahan itu juga memberi tekanan pada ekosistem alami dan seiring waktu, lebih banyak spesies yang akan menghadapi kepunahan. Dia mengatakan sangat penting bagi manusia untuk memperlambat laju emisi gas rumah kaca.
“Jika kita tidak segera mengatasi pemanasan, akan ada kesedihan bagi dunia,” kata Renwick seperti dikutip dari The Associated Press.
Renwick mengatakan bahwa Selandia Baru telah berbicara banyak tentang perubahan iklim tetapi sejauh ini tidak berbuat banyak untuk mengekang emisinya. Namun dia mengatakan sekarang ada kebijakan pemerintah yang baik, termasuk janji untuk mencapai karbon netral pada tahun 2050.
Dia mengatakan ada banyak sumber daya alam di Selandia Baru seperti angin, matahari dan air yang dapat menyediakan energi terbarukan untuk kebutuhan energi bangsa.
“Selandia Baru bisa menjadi pemimpin dunia dalam energi hijau dan ekonomi hijau,” katanya.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.