JAKARTA, KOMPAS.TV - Gencarnya gerakan untuk membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta Universitas Indonesia (Statuta UI) melahirkan sejumlah tudingan.
Direktur Institute for Democracy, Security, and Strategic Studies (IDESSS) Reni Suwarso mengatakan, gerakan yang disokong oleh elemen-elemen kampus UI tersebut nyatanya memang banyak disalahartikan.
"Sangat penting (untuk dicermati) bahwa gerakan pembatalan PP Nomor 75 Tahun 2021 yang cacat prosedur, formil, dan materiil bukan seperti yang dituduhkan," kata Reni dalam webinar PP 75/2021: Surat Lima Menteri, Minggu (5/9/2021).
Ungkap Reni, ada tuduhan yang menyatakan bahwa gerakan tersebut sering dipandang sebagai bentuk atau sikap anti-rektor, bahkan juga anti-presiden.
Baca Juga: Menyibak Kejanggalan demi Kejanggalan dalam PP Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta UI
"Ini bukan (gerakan) anti-rektor. (Karena) kami tidak ingin menuntut Bapak Rektor UI (Ari Kuncoro) mundur dari jabatannya," jelas Dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI itu.
Namun, pada saat yang sama, Reni menerangkan bahwa civitas akademika UI tidak mendukung keberlanjutan penerapan PP Nomor 75 Tahun 2021.
Reni juga menegaskan, tidak ada hubungan antara penolakan PP Nomor 75 Tahun 2021 dengan tuduhan anti-presiden.
"Kami juga tidak (bersikap) anti kepada Presiden Jokowi (Joko Widodo), walaupun Pak Jokowi yang menandatangani PP Nomor 75 Tahun 2021. Dua hal itu berbeda," ujarnya.
Baca Juga: Dewan Guru Besar UI Minta Jokowi Batalkan Statuta Hasil Revisi, Sorot Rangkap Jabatan Rektor
Selain dua hal itu, Reni menambahkan, sejatinya masih ada tudingan yang lain seperti sangkaan sebagai bagian dari gerakan Tarbiyah, sebutan telah memalukan UI, hingga tuduhan Islamophobia.
"Kami di sini hanya menyuarakan kejujuran, kebenaran, dan keadilan. Itulah nilai-nilai UI yang sedang kami tegakkan," terangnya.
"Kok bisa (muncul tuduhan) begitu? Saya rasa itu hanya karena sudah kekurangan isu," tampik Reni.
Tak lupa, Reni juga menegaskan bahwa apa yang diangkat dalam gerakan pembatalan PP Nomor 75 Tahun 2021 bukanlah isu power sharing.
"Ini juga bukan isu power sharing, melainkan isu yang mengatakan bahwa orang berkapasitas dan berpengetahuan (semestinya) diberikan hak dan kewajibannya," kata Reni.
Akan tetapi, yang terjadi saat ini justru sebaliknya, orang yang tidak paham dengan dinamika kampus yang diberi kewenangan sedemikian besarnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.