KABUL, KOMPAS.TV - Stok makanan PBB di Afghanistan diperkirakan akan habis bulan ini. Permasalahan ini diperkirakan akan menambah tantangan yang dihadapi Taliban sebagai penguasa baru di negara tersebut, yang tengah memulihkan situasi di Afghanistan setelah dilanda perang selama 20 tahun.
“Sekitar sepertiga dari 38 juta penduduk negara itu tidak tahu apakah mereka bisa makan setiap hari,” ujar Ramiz Alakbarov, yang merupakan Kepala Kemanusiaan PBB di Afghanistan, seperti dikutip dari The Associated Press.
Program Pangan Dunia PBB telah membawa makanan dan mendistribusikannya ke puluhan ribu orang dalam beberapa minggu terakhir.
Namun musim dingin dan kekeringan yang akan datang, membutuhkan dana yang lebih besar untuk memastikan warga Afghanistan tetap mendapatkan pasokan makanan.
Baca Juga: Lebih dari 30 Anak-anak Asal California Masih Terjebak di Afghanistan
“Pada akhir September, stok yang dimiliki Program Pangan Dunia di negara itu akan habis,” kata Alakbarov kepada wartawan pada konferensi pers virtual. “Kami tidak akan dapat menyediakan barang-barang makanan penting itu karena kami akan kehabisan stok,” tambahnya.
Sebelumnya, para pejabat PBB mengatakan bahwa dari 1,3 miliar dollar AS yang dibutuhkan untuk upaya bantuan secara keseluruhan, hanya 39 persen yang telah diterima oleh Afghanistan.
Taliban, yang kini menguasai negara itu, kini harus menghadapi tantangan sebuah negara yang sangat bergantung pada bantuan internasional dan berada di tengah-tengah krisis ekonomi yang memburuk.
Selain kekhawatiran tentang persediaan makanan, pegawai negeri pun belum dibayar selama berbulan-bulan dan mata uang lokal kehilangan nilainya. Sebagian besar cadangan devisa Afghanistan disimpan di luar negeri dan saat ini telah dibekukan.
Khalid Payenda, mantan Menteri Keuangan Afghanistan, pada hari Rabu (1/9/2021) merinci sebuah negara yang ada dalam keadaan rapuh dan berbahaya.
Berbicara di Universitas Georgetown di Washington, Payenda mengatakan mata uang Afghanistan belum jatuh karena pertukaran uang telah ditutup. Tetapi nilainya bisa turun lebih dari 100 persen.
Mohammad Sharif, seorang penjaga toko di ibu kota Kabul, mengatakan toko-toko dan pasar masih memiliki persediaan, tetapi kekhawatiran utama saat ini adalah kenaikan harga pangan.
“Jika situasinya terus seperti ini dan tidak ada pemerintah yang mengendalikan harga, itu akan menimbulkan banyak masalah bagi masyarakat setempat,” katanya.
Baca Juga: Uni Eropa Tawarkan Bantuan Dana untuk Negara Tetangga yang Tampung Pengungsi Afghanistan
Setelah penarikan pasukan AS, banyak warga Afghanistan dengan cemas menunggu untuk melihat bagaimana Taliban akan memerintah. Ketika mereka terakhir berkuasa, sebelum diusir oleh invasi pimpinan AS pada tahun 2001, mereka memberlakukan pembatasan kejam, menolak untuk mengizinkan anak perempuan pergi ke sekolah, sebagian besar membatasi perempuan di rumah mereka dan melarang televisi, musik dan bahkan fotografi.
Tetapi baru-baru ini, para pemimpin mereka berusaha untuk memproyeksikan citra Taliban yang lebih moderat. Sekolah telah dibuka kembali untuk anak laki-laki dan perempuan, meskipun pejabat Taliban mengatakan mereka akan belajar secara terpisah. Wanita pun boleh hanya mengenakan jilbab, dan bukan burqa seperti yang diwajibkan penguasa Taliban di masa lalu.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.