JAKARTA, KOMPAS.TV – Pengelolaan sampah masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, kira-kira sekitar 185.753 ton sampah dihasilkan oleh 270 penduduk setiap harinya yang menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA).
Pola pengelolaan linear atau kumpul-angkut-buang tidak lagi bisa menyelesaikan masalah sampah yang kian parah. Pengelolaan sampah harus juga memikirkan tata kelolanya, mulai dari pemilahan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan limbah-limbah berbahaya.
Pemilahan dan pengurangan sampah perlu dilakukan sejak dari sumbernya, yaitu rumah tangga. Dengan langkah pilah-pilih sampah dari rumah, daur ulang sampah plastik bekas pakai lebih mudah dilakukan, dan lebih bernilai tinggi karena kualitasnya lebih baik.
Botol air minum ataupun galon air dalam kemasan yang terbuat dari plastik PET (polyethylene terephthalate) misalnya, merupakan sampah plastik bernilai ekonomi tinggi yang paling mudah didaur ulang menjadi barang bernilai ekonomi tinggi, seperti dakron, bahan baku karpet, bahan baku jalan tol, dan bahan garmen.
Ini merupakan konsep pengelolaan sampah berbasis ekonomi sirkular yang tidak hanya bisa menekan jumlah sampah plastik, tetapi juga memanfaatkan nilai ekonomi sampah secara maksimal dan mendatangkan rupiah.
Keunggulan plastik PET
Ketua Umum ADUPI, Christine Halim mengatakan, botol PET dapat didaur ulang hingga 50 kali. Nilainya sangat tinggi untuk dijual kembali ke industri, sehingga kerap menjadi incaran pemulung dan pengepul.
Data dari Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) menunjukkan, permintaan PET meningkat rata-rata tujuh persen setiap tahunnya.
"Seperti botol dan galon PET Le Minerale yang jernih, mudah di daur ulang untuk menjadi barang bermanfaat seperti polyester, dakron sintetis, geotextile, bantal, baju winter, kancing, dan sebagainya," kata Christine dalam webinar Gerakan Ekonomi Sirkular Nasional, dilansir dari Tribunnews, (25/2/2021).
Gerakan Ekonomi Sirkular Nasional ini digagas oleh Le Minerale bekerja sama dengan Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) dan Ikatan Pemulung Indonesia (IPI) pada Februari 2021.
"Tak hanya menekan sampah plastik, gerakan ini juga dapat mengangkat ekonomi pemulung secara berkesinambungan sehingga ada sinergi antara produsen dan pelaku di bawah, terutama para pemulung yang merupakan pemeran utama dalam mengumpulkan sampah plastik untuk didaur ulang,” ujar Ketua IPI, Prispolly Lengkong.
Oleh Ketua Kajian Ekonomi Lingkungan dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Alin Halimatussadiah, pemulung disebutkan memiliki peran yang cukup besar dalam industri pengelolaan sampah, yakni mencapai 80 persen.
Kendati demikian, keberadaan para pemulung tidak cukup untuk meningkatkan angka pengumpulan sampah. Dibutuhkan pengelolaan yang dimulai dari rumah tangga dengan pola reduce, reuse, recycle (3R) untuk difungsikan kembali sebagai bahan bernilai tinggi.
Baca Juga: Pedagang Dulang Cuan dari Daur Ulang Galon PET
Caranya mudah, yaitu dengan memilah sampah menjadi sampah organik, non organik, dan limbah berbahaya.
Sampah organik seperti sisa makanan dan dedaunan dapat terurai dengan sendirinya. Sementara, sampah non organik seperti kaca, botol, dan galon plastik perlu dipisahkan sesuai kategorinya untuk memudahkan proses daur ulang.
Guswan, pemilik Toko Grosir Minuman Banggalawa di Jakarta membeberkan, satu buah galon PET bisa dihargai dalam rentang Rp 1.000 – Rp 1.500 oleh pengepul.
“Pedagang malah senang karena galon PET dalam kondisi apa pun bisa dijual dan dapat uang Rp 1.000 – Rp 1.500 per galon,” tuturnya.
Guswan, pemilik Toko Grosir Minuman Banggalawa di Jakarta mengaku memperoleh banyak keuntungan dari hasil menjual air minum dalam kemasan galon PET.
Selain memiliki penjualan yang baik dan lancar, ia juga terbiasa mengumpulkan galon PET bekas pakai untuk dijual ke pengepul dan mendapat uang yang lumayan.
“Ada beberapa konsumen yang menanyakan cara buang sampahnya. Cuma begitu sekali saja konsumen taruh di depan rumah, pemulung atau petugas sampah justru sering dulu-duluan datang dan menanyakan kembali galon bekasnya. Akhirnya jadi rebutan, jadi duit untuk mereka jual ke pelaku daur ulang,” katanya, dilansir dari artikel KompasTV, (25/2/2021).
“Begitu sekali saja konsumen taruh (galon PET) di depan rumah, pemulung atau petugas sampah justru sering dulu-duluan datang dan menanyakan kembali galon bekasnya. Akhirnya jadi rebutan, jadi duit untuk mereka jual ke pelaku daur ulang,” tutupnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.