JAKARTA, KOMPAS.TV- Kerja Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau dikenal dengan sebutan Satgas BLBI untuk merampas aset dari para obligor dan debitur diragukan.
Alasannya, Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI tidak cukup memiliki alat hukum untuk melakukan pelacakan dan perampasan aset.
Demikian Peneliti Transparency Internasional Indonesia (TII) Alvin Nicola mengatakan di Jakarta, Kamis (26/8/2021).
“Saya ingin bilang begini, sejak awal saya meragukan bahwa langkah pemerintah untuk memulihkan kerugian negara Rp110,45 triliun ini, melalui pembentukan Satgas BLBI akan efektif,” ujatr Alvin.
“Bahkan satuan tugas ini akan menemukan banyak jalan yang terjal, kenapa karena pertama satuan tugas tidak cukup memiliki alat hukum untuk melakukan perampasan itu.”
Alvin menuturkan, satgas akan kesulitan untuk melacak aset para obligor yang akan digunakan untuk membayar utang.
Terutama, jika aset-aset para obligor dan debitur BLBI berada di luar negeri.
Baca Juga: Mahfud MD Tegaskan Semua Obligor BLBI Ditagih, Tidak Hanya Tommy Soeharto
“Kita sama-sama mengetahui bahwa hingga hari ini negara kita belum memiliki undang-undang perampasan aset dan juga sangat sedikit begitu memiliki perjanjian perampasan aset dengan negara-negara lain,” kata Alvin.
“Sehingga tentu kondisi ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi para satuan tugas untuk melakukan pelacakan hingga perampasan aset.”
Selain itu, Alvin berpendapat jalur perdata yang ditempuh oleh pemerintah itu bergantung pada itikad baik dari para debitur atau para obligor.
Mengingat, satgas ini dibentuk hanya dengan payung hukum Keppres sehingga hanya memiliki limitasi hukum yang tidak maksimal dalam konteks melakukan perampasan aset.
“Pemanggilan para obligor itu satu hal, tapi perampasan hal yang lain, nah di kedua hal ini tentu ada tadi hukum yang sampai dengan saat ini belum diisi oleh pemerintah,” ujarnya.
Baca Juga: Satgas BLBI Panggil Tommy Soeharto Tagih Rp 2,6 Triliun
Di samping itu, selama ini satuan tugas juga jarang sekali menginformasikan kepada publik perihal mekanisme proses yang ditempuh jika aset para obligor tadi tidak cukup untuk membayar utang.
“Selama ini tidak pernah diinformasikan kepada publik, padahal ini menjadi penting. Sehingga saya berharap bahwa satuan tugas ini itu mau lebih terbuka kepada masyarakat perihal proses penagihan ini dan bagaimana mereka melakukan perampasan,” jelas Alvin.
“Jika misalnya para obligor tadi menolak, nah dalam hal ini penting bagi pemerintah dan satuan tugas untuk mengeksplorasi berbagai pilihan hukum lain, bahkan kalau perlu jika memungkinkan untuk mengalihkan kembali ke ranah pidana.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.