JAKARTA, KOMPAS.TV – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah memblokir sebanyak 2,5 juta konten terlarang yang beredar di internet terhitung dari Agustus 2018 – Juli 2021.
Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Kominfo Mira Tayyiba, yang memerinci konten-konten yang telah ditindak oleh Kominfo.
“Sejak Agustus 2018 hingga Juli tahun ini Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menangani 2,5 juta konten internet terlarang,” kata Mira, Rabu (25/8/2021).
Baca Juga: Terkait Kasus Dugaan Penistaan Agama oleh Muhammad Kece, Kominfo Gelar Patroli Siber
Dari total konten tersebut, sebanyak 1,08 juta merupakan konten dari situs pornografi, 387 merupakan situs judi, dan lebih dari 13 ribu merupakan situs penipuan.
Tak hanya itu, terdapat 505 situs yang telah diblokir Kominfo karena terdeteksi mengandung konten terorisme dan radikal.
Selain dari situs web, Kominfo juga menemukan sebanyak satu juta konten terlarang di jejaring media sosial, di mana konten terlarang ini paling banyak ditemukan di Twitter sebanyak 987 ribu konten.
Sementara di Facebook, Instagram, dan WhatsApp terdapat total 35 ribu konten terlarang.
Baca Juga: Lindungi Masyarakat dari Praktik Pinjaman Nakal, Kominfo Blokir Akses Layanan Pinjol Ilegal
Selain konten terlarang, Kominfo juga menangani informasi hoaks yang ada di platform digital. Isu kesehatan, pemerintahan, dan politik merupakan tiga isu utama yang menjadi sasaran hoaks.
"Selama periode yang sama, kami juga menolak 8.700 hoaks dari platform digital. Di antara tiga isu utama hoaks adalah kesehatan, terkait pemerintahan dan isu politik," jelas Mira.
Data angka ini didapatkan dari hasil kerja sama antara berbagai pihak.
Koordinator Pengendalian Konten Internet Kementerian Kominfo Anthonisu Malau menegaskan bahwa pihaknya tidak melakukan penilaian terhadap suatu konten dan hanya melakukan pemblokiran.
"Kami di Kominfo tidak melakukan penilaian terhadap konten-konten Apakah ini terorisme, apakah konten ekstrimisme, apakah ini kekerasan, tidak. Yang kami lakukan adalah pemblokiran, pemutusan akses," terang Anthonius.
"Lalu siapa yang melakukan analisa? Itu dilakukan kementerian/lembaga terkait. Kalau misalnya terorisme itu berasal dari BNPT, dari Bareskrim, dari Densus 88. Mereka menyampaikan kepada kami untuk melakukan pemblokiran, untuk meminta take down kepada platform media sosial terhadap konten-konten itu,” sambungnya.
Baca Juga: Pengumuman! OnlyFans Bakal Blokir Konten Pornografi di Platformnya
Lantas, apa arti angka-angka tersebut?
Mira menjelaskan, data tersebut menunjukkan bahwa platform digital telah banyak digunakan untuk menyebarkan konten-konten terlarang untuk menciptakan ketakutan di masyarakat.
Untuk mencegah pengaruh buruk konten terlarang semakin meluas, Kominfo meminta dukungan kepada semua pihak, termasuk masyarakat yang harus aktif menangkal hoaks dan hanya memercayai informasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.