JAKARTA, KOMPAS.TV – Seiring penambahan penduduk, penggunaan energi dunia juga terus meningkat. Untuk menggantikan penggunaan energi yang selama ini menjadi tumpuan, dibutuhkan rencana sistematis dan akselerasi pengembangan energi terbarukan.
Dengan sumber daya alam dimiliki, Indonesia memiliki potensi besar beralih ke energi terbarukan. Potensi tersebut di antaranya, panas bumi, bahan bakar nabati, coal bed methane (CBM), tenaga air, surya, dan angin.
Untuk itu, pemerintah memasang target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen yang diharapkan bisa dicapai 2025.
Pertamina sebagai BUMN Energi menegaskan kembali komitmen dan kesiapannya untuk terus mendorong tumbuhnya energi baru terbarukan (EBT).
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati memastikan pihaknya menerapkan langkah-langkah nyata untuk mendukung pembangunan hijau dan berkelanjutan yang dijabarkan dalam 8 inisiatif transisi energi, selaras dengan target bauran energi terbarukan Indonesia sebesar 23 persen pada tahun 2025 dan 31 persen pada tahun 2050.
“Kami sangat bersungguh-sungguh untuk menjalankan transisi energi yang menjadi tujuan bersama untuk mengurangi pemanasan global dan mencapai keberlanjutan energi,” ujar Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati.
Untuk mewujudkan target tersebut, Pertamina melakukan konversi kilang untuk memproduksi green fuel, seperti green diesel, green avtur, dan green gasoline. Di masa depan, sektor transportasi akan diwarnai oleh pertumbuhan Electric Vehicle (EV).
Mengantisipasi tren tersebut, Pertamina ikut berpartisipasi dalam Joint Venture (JV) Indonesia Battery Company yang akan memproduksi baterai 140 GWh pada tahun 2029 dan pada saat bersamaan juga mengembangkan ekosistem baterai EV termasuk bisnis swapping and charging.
Wujud inisiasi strategis ini terlihat pada hadirnya 64 Green Energy Station di area Jakarta dan sekitarnya, dimana 6 diantaranya merupakan unit pilot Charging Station.
Upaya meningkatkan pertumbuhan EBT juga didorong Pertamina dengan pembangunan Pabrik Metanol untuk gasifikasi dengan kapasitas 1000 KTPA yang rencananya on stream pada 2025, serta pembangunan Green Refinery dengan kapasitas 6–100 KTPA pada tahun 2025.
Pertamina, lanjut Nicke, juga menyadari bahwa di masa depan konsumsi energi didominasi oleh listrik. Oleh karena itu melalui anak usahanya, Pertamina Power & NRE juga terus meningkatkan kapasitas pembangkit yang ditargetkan pada tahun 2026 mencapai 10 gigawatt (GW).
Beberapa pembangkit yang mengandalkan EBT, yakni pengembangan Biomassa/Biogas dengan kapasitas 153 MW, Bio Blending Gasoline dan Gasoil, Biocrude dari Alga dan Ethanol 1,000 KTPA on stream pada 2025.
Insiatif EBT lainnya yang dijalankan Pertamina juga mengarah pada pengembangan Dimethyl Ether (DME) dengan kapasitas 5200 KTPA. Pabrik pengolahan batubara menjadi LPG tersebut rencananya akan beroperasi pada 2025.
Pengembangan di sektor EBT ini juga dilakukan Pertamina sepanjang tahun 2020 hingga 2026, yakni meningkatkan kapasitas terpasang pembangkit dari sumber energi lain yang ada di Indonesia meliputi Solar PV ~910 MW, Bayu ~225 MW (2024), dan Hydro ~400 MW.
Salah satu portofolio energi bersih Pertamina adalah geothermal atau panas bumi. Upaya Pertamina saat ini yaitu peningkatan kapasitas geothermal, di mana pada tahun 2020 total kapasitas terpasang panas bumi di wilayah kerja PGE adalah 1.877 MW, yang terdiri dari 672 MW serta dioperasikan langsung oleh PGE dan 1.205 MW melalui Joint Operation Contract (JOC). Pada tahun 2030, total kapasitas terpasang ditargetkan bisa mencapai 2.745 MW.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.