JAKARTA, KOMPAS TV - Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consukting Pangi Syarwi Chaniago angkat bicara terkait rencana MPR yang akan melakukan amandemen UUD 1945.
Menurut dia, rencana itu dinilai tak ada urgensinya sama sekali, karena di khawatirkan akan terjadi persekongkolan jahat antara desain agenda pemerintah dengan agenda partai di parlemen.
"Amandemen saat ini tidak ada urgensinya, momentumnya tidak ada, (diduga) pintu masuknya amandemen hanya soal penambahan masa jabatan presiden," kata Pangi kepada KOMPAS TV, Selasa (17/8/2021).
Baca Juga: Sowan ke Jokowi, Bamsoet Pastikan Amandemen UUD 1945 Tak Melebar ke Penambahan Masa Jabatan Presiden
Ia menyebut, kondisi parlemen sekarang itu bisa dibilang sedang tidak sehat, karena perbandingan antara partai koalisi dan opisisi amat tidak seimbang.
"Amandemen sangat berbahaya karena tidak ada yang menjamin bergeser ke pasal pasal lain, jadi bisa merembes ke pasal pasal yang berpotensi menganggu kepentingan nasional," ujarnya.
Selain itu, amandemen UUD 1945 juga tak ada urusannya dengan kepentingan rakyat yang kini sedang banyak mengalami kesusahan akibat adanya pandemi Covid-19.
"Ini kan nggak ada urusan dengan agenda rakyat. Ini baunya amis, hanya kepentingan agenda elite bukan berurusan dengan agenda melindungi rakyat dari kemiskinan dan kelaparan," kata dia.
Ia menambahkan, berdasarkan hasil survei Voxpol Center juga menunjukkan bahwa publik tidak setuju amandemen karena itu belum dikaji secara komprehensif. Kemudian, isu tersebut juga hanya hanya baru masuk isu di tataran elite demi kepentingan kekuasaan semata.
"Ketika amandemen di buka pintunya, maka yang bakal di desain adalah penambahan masa jabatan 3 periode. Karena memang pintu masuknya hanya satu satu jalan adalah lewat amandemen kalau enggak opsi alternatif seperti wacana KPU menunda pemilu sampai tahun 2027," katanya.
Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan, pihaknya telah menerima sejumlah aspirasi masyarakat dan daerah tentang pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ia menyebut, berbagai pandangan masyarakat menyatakan bahwa visi yang sama dalam rencana pembangunan nasional dan daerah baik dalam jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang diperlukan, agar orientasi pembangunan nasional lebih fokus pada upaya pencapaian tujuan negara.
"Atas tindak lanjut dari rekomendasi MPR periode 2009-2014, dan MPR periode 2014-2019, hasil kajian MPR periode 2019-2024 menyatakan bahwa perlunya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang bersifat filosofis dan arahan dalam pembangunan nasional, untuk memastikan keberlangsungan visi dan misi negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," kata pria yang karib disapa Bamsoet dalam Sidang Tahunan MPR, Jakarta, Senin (16/8/2021).
Baca Juga: Amandemen UUD 1945 untuk Menambah Wewenang MPR
Ia mengatakan, proses perubahan Undang Undang Dasar sesuai Ketentuan Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945 memilki persyaratan dan mekansime yang ketat. Oleh karenanya perubahan Undang Undang Dasar hanya bisa dilakukan terhadap pasal yang diusulkan untuk diubah disertai dengan alasannya.
"Dengan demikian perubahan terbatas tidak memungkinkan untuk membuka kotak pandora, eksesif terhadap perubahan pasal-pasal lainnya, apalagi semangat untuk melakukan perubahan adalah landasan filosofis politik kebangsaan dalam rangka penataan sistem ketatanegaraan yang lebih baik," katanya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.