Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Penetapan Harga Perdagangan Karbon Dalam Negeri Oleh Pemerintah Dinilai Terlalu Murah

Kompas.tv - 16 Agustus 2021, 15:23 WIB
penetapan-harga-perdagangan-karbon-dalam-negeri-oleh-pemerintah-dinilai-terlalu-murah
Ilustrasi perdagangan karbon. (Sumber: Unsplash/Cristi Goia)
Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Purwanto

JAKARTA, KOMPAS.TV – PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) mulai uji coba perdagangan karbon antarpembangkit listrik. Hal tersebut dilakukan untuk menekan emisi di sektor ketenagalistrikan.

Sayangnya, harga yang ditetapkan dalam perdagangan karbon masih terlalu rendah jika dibandingkan tolok ukur dunia sehingga berpotensi tak berdampak signifikan dalam mengurangi emisi.

Adapun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menetapkan batas intensitas emisi karbon dioksida (CO2) pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU dengan kapasitas lebih dari 400 megawatt (MW) sebesar 0,918 ton CO2 per MW jam.

Batas untuk PLTU dengan kapasitas 100-400 MW senilai 1,013 ton CO2 per MW jam, sedangkan PLTU jenis mulut tambang dengan kapasitas yang sama sebesar 1,094 ton CO2 per MW jam.

Uji coba perdagangan karbon PLN melibatkan PLTU Tanjung Jati B unit 4 yang memiliki surplus kuota emisi. Imbasnya, PLTU tersebut dapat mentransfer kuota ke PLTU Punagaya, PLTU Pangkalan Susu, PLTU Sebalang, dan PLTU Teluk Sirih dengan harga Rp 30.000 per ton CO2.

Menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, harga perdagangan karbon tersebut tergolong rendah.

Baca Juga: Kejar Target Energi Terbarukan, PLTS Terapung Cirata Berpotensi Kurangi Emisi Karbon 214 Ribu Ton

”Harga sebesar Rp 30.000 per ton CO2 masih jauh di bawah rekomendasi global,” katanya, Minggu (15/8/2021), seperti dikutip dari Kompas.id.

Berdasarkan dokumen berjudul Effective Carbon Rates 2021 yang diterbitkan The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), tolak ukur harga karbon terendah sebesar 30 euro per ton CO2 atau sekitar Rp 508.300 per ton CO2.

Tolak ukur harga karbon di tingkat berikutnya secara berturut-turut senilai 60 euro per ton CO2 dan 120 euro per ton CO2.

Fabby berpendapat, untuk mendorong pembentukan harga pasar yang mampu menekan emisi karbon, pemerintah perlu menurunkan batas intensitas karbon.

”Semakin rendah batas intensitas, PLN dan pemain lainnya dapat meningkatkan efisiensi bahan bakar maupun pengoperasioan boiler demi mencapai target tersebut,” tuturnya.

Diketahui, Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN Agung Murdifi pernah mengatakan, uji coba perdagangan karbon mendorong PLTU menurunkan emisi.

Selain itu, PLTU juga menerapkan pengimbangan emisi (offset) dengan membeli kredit karbon yang dihasilkan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) melalui program standar karbon terverifikasi (verified carbon standard).

”Uji coba sistem perdagangan emisi merupakan sarana pembelajaran awal terhadap penerapan mekanisme perdagangan emisi dan offset karbon. Kami berharap ada relaksasi pembatasan tahun COD (tanggal efektif beroperasi secara komersial) pembangkit energi baru terbarukan (EBT) yang menghasilkan kredit karbon,” katanya melalui siaran pers yang diterima, Jumat (13/8/2021).




Sumber : Kompas TV/Kompas.id




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x