Kompas TV nasional hukum

Bandingkan dengan Kasus Firli, MAKI Nilai Sanksi untuk 2 Penyidik KPK Sangat Tidak Adil

Kompas.tv - 13 Juli 2021, 19:17 WIB
bandingkan-dengan-kasus-firli-maki-nilai-sanksi-untuk-2-penyidik-kpk-sangat-tidak-adil
Gedung KPK. Dewas KPK menjatuhkan sanksi atas dua penyidik yang melakukan pelanggaran kode etik. (Sumber: Antara/Benardy Ferdiansyah)
Penulis : Tito Dirhantoro | Editor : Fadhilah

JAKARTA, KOMPAS.TV - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) angkat bicara terkait sanksi yang diberikan oleh Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) terhadap dua penyidik yang menangani kasus korupsi bantuan sosial (bansos).

Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, sanksi yang dijatuhi kepada kedua penyidik KPK merupakan bentuk ketidakadilan.

Baca Juga: Jaksa Ungkap Peran Azis Syamsudin dalam Kasus Suap Wali Kota Tanjungbalai kepada Penyidik KPK

"Saya merasakan ketidakadilan. Kalau penyidik, itu 'kan dalam rangka menggali keterangan terhadap saksi yang diduga tidak kooperatif, kemudian melakukan sedikit improvisasi dan itu hal biasa," kata Boyamindi Jakarta, Selasa (13/7/2021).

Boyamin menilai, improvisasi yang dilakukan dua penyidik KPK itu masih dapat ditoleransi. Alih-alih dikenai sanksi, justru seharusnya kedua penyidik itu diberikan apresiasi karena karena upayanya memberantas korupsi.

"Itu masih batasan yang ditoleransi untuk melakukan improvisasi seperti itu dan mestinya itu justru malah mendapatkan apresiasi karena dia sangat betul-betul memberantas korupsi dengan maksimal," ujarnya.

"Kalau dia orang yang tidak maksimal, ya, sederhana saja normatif pertanyaannya, jawabannya apa, tidak dikejar, kemudian tidak ketemu."

Baca Juga: Respons Penyidik KPK yang Diputus Melanggar Kode Etik dalam Kasus Bansos: Ini Serangan Balik

Boyamin menambahkan, hal itu akan menjadi lain ceritanya jika penyidik KPK melakukan kekerasan fisik terhadap saksi. Jika terjadi demikian, maka hal tersebut tidak bisa ditoleransi.

"Kecuali kalau mukul itu baru atau dalam bentuk melecehkan secara pribadi itu baru. Jadi, kalau hanya ungkapan-ungkapan, letupan-letupan karena saksinya tidak kooperatif," ucapnya.

"Kemudian timbul suatu ungkapan-ungkapan, celetukan-celutukan sepertinya itu masih dalam toleransi yang masih bisa dimaklumi."

Boyamin lantas membandingkan dengan putusan pelanggaran etik terhadap Ketua KPK Firli Bahuri karena bergaya hidup mewah dengan menggunakan helikopter.

Dalam putusannya, Dewas KPK menyatakan Firli terbukti melanggar kode etik dan dijatuhi sanksi ringan berupa teguran tertulis 2.

Baca Juga: Hukuman 2 Penyidik KPK yang Langgar Kode Etik dalam Kasus Bansos, dari Teguran Hingga Potong Gaji




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x