JAKARTA, KOMPAS TV - Wacana mengubah masa jabatan presiden menjadi maksimal tiga periode kembali menyeruak dalam beberapa waktu terakhir.
Isu tersebut kembali timbul ke permukaan setelah munculnya komunitas bernama Jokowi-Prabowo (Jok-Pro) 2024 yang menginginkan Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto berpasangan dalam Pemilihan Presiden 2024.
Baca Juga: Dinilai Khianati Reformasi, PSI Tolak Wacana Pemilihan Presiden Dikembalikan ke MPR
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menilai rencana itu amat tak masuk akal dan merusak iklim demokrasi di Indonesia. Sehingga, dirinya menolak keras agenda penambahan masa jabatan presiden.
"(Wacana jabatan presiden tiga periode) itu mengada-ada dan itu manuver inkonstitusional juga yang justru malah menghadirkan ketidaknyaamanan publik dan kecemasan politik," kata Hidayat kepada Kompas TV, Minggu (27/6/2021).
Ia menjelaskan, gagasan itu selain menabrak UUD 1945 juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
"DPR dan pemerintah sudah sepakat kalau tidak merubah UU Pemilu Tahun 2017 untuk digunakan di Pemilu 2024. Dalam UU ada ketentuan syarat capres dan cawapres yang boleh diajukan, yaitu yang tidak pernah dua kali masa jabatan yang sama," ujarnya.
Politikus PKS itu menambahkan, pandemi Covid-19 pun tidak bisa dijadikan alasan untuk menambah masa jabatan presiden. Sebab, banyak negara di berbagai belahan dunia tetap menggelar pilpres di tengah berlangsungnya wabah.
Baca Juga: Wacana Presiden Kembali Dipilih MPR, Pengamat: Ide Ini Adalah Kemunduran Demokrasi
"Seluruh dunia semuanya kena (Covid-19), termasuk Amerika Serikat. Apakah terkena covid Donald Trump mengundurkan pilpres? Jadi di negara manapun juga semuanya menyelenggarakan pilpres," ujarnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.