NEW YORK, KOMPAS.TV - Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada hari Jumat, (18/6/2021) waktu New York, menyerukan penghentian aliran senjata ke Myanmar dan mendesak militer untuk menghormati hasil pemilu Myanmar November tahun lalu serta membebaskan tahanan politik, termasuk pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi.
Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi dengan dukungan 119 negara, sekitar empat bulan setelah militer menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dalam kudeta, seperti dilansir France24, Sabtu, (19/6/2021)
Belarus meminta agar teks tersebut divoting dan merupakan satu-satunya negara yang menentangnya, sementara 36 abstain, termasuk China dan Rusia.
Sisanya 37 anggota Majelis Umum tidak memilih.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres sebelumnya pada hari Jumat mendorong Majelis Umum untuk bertindak.
“Kita tidak bisa hidup di dunia di mana kudeta militer menjadi norma. Itu sama sekali tidak dapat diterima.”
Militer mengutip penolakan pemerintah untuk mengatasi apa yang dikatakan militer Myanmar sebagai pelanggaran pemilu pada pemilihan November sebagai alasan kudeta.
Pengamat internasional mengatakan pemungutan suara itu adil.
Baca Juga: Junta Militer Myanmar Dakwa Aung San Suu Kyi atas Tindakan Korupsi
Draf awal resolusi PBB mencakup bahasa yang lebih keras yang menyerukan embargo senjata terhadap Myanmar.
Resolusi Majelis Umum PBB tidak mengikat secara hukum tetapi membawa bobot politik.
Berbeda dengan Dewan Keamanan yang beranggotakan 15 negara, tidak ada negara yang memiliki hak veto di Majelis Umum ini.
Junta militer Myanmar membunuh lebih dari 860 orang sejak kudeta 1 Februari, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.
Pemerintahan Junta pun membantah dan mengatakan jumlahnya jauh lebih rendah.
Resolusi PBB menyerukan militer Myanmar untuk “segera menghentikan semua kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai” dan mengakhiri pembatasan di internet dan media sosial.
Majelis Umum juga meminta Myanmar untuk segera menjalankan konsensus lima poin yang dibuat junta dengan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara, ASEAN, pada April lalu untuk menghentikan kekerasan dan memulai dialog dengan lawan-lawannya.
Negara-negara ASEAN seperti Brunei, Kamboja, Laos dan Thailand abstain dalam pemungutan suara Majelis Umum.
Sementara Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina dan Vietnam memberikan suara mendukung.
Duta Besar Myanmar untuk PBB Kyaw Moe Tun, yang berbicara mewakili pemerintah sipil terpilih di negara itu, juga memilih ya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.