JAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri ke Dewan Pengawas KPK.
ICW menilai ada dugaan pelanggaran kode etik penerimaan gratifikasi sewa helikopter yang digunakan Firli Bahuri.
“ICW melaporkan kembali Firli Bahuri atas dugaan pelanggan kode etik. Ini terkait pelaporan pidana ke Bareskim namun kali ini menyangkut kode etik yang mengatur insan KPK, salah satunya pimpinan harus bertindak jujur dalam berprilaku. Kalau ada penerimaan sesuatu diskon untuk wajib lapor, tapi kami gak lihat itu terjadi,” ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhan.
ICW melampirkan sejumlah bukti yang berisi perbandingan harga penyewaan helikopter dari beberapa perusahaan kepada dewas KPK.
“Laporan ini beda sama putusan sebelumnya, saat itu dewas hanya formalitas belaka menerima kuitansi dari Firli. Seharusnya kuitansi itu ditelusuri karena nilainya sangat janggal," ungkapnya.
Baca juga: Ketua KPK Firli Bahuri Dilaporkan ke Bareskrim Polri, Diduga Terima Gratifikasi Sewa Helikopter
Berdasarkan informasi yang dihimpun ICW, tarif helikopter yang disewa Firli mencapai Rp39,1 juta per jam.
Sementara itu, menurut ICW, dalam sidang etik, Firli mengatakan harga sewa helikopter itu hanya Rp7.000.000 per jam tidak termasuk pajak.
Dengan pemakaian selama empat jam, Firli hanya membayar sekitar Rp30,8 juta. Sehingga jika ditotal seluruhnya ada sebesar Rp172,3 juta yang harusnya dibayar oleh Firli terkait dengan penyewaan helikopter tersebut.
ICW menyakini ada selisih Rp141 juta yang tidak dilaporkan oleh ketua KPK Firli Bahuri saat memberikan keterangan kepada Dewan Pengawas KPK.
Baca juga: Bukti Dugaan Gratifikasi Firli Bahuri Dikembalikan ke Dewas KPK, Ini Tanggapan ICW
Dewas KPK sebelumnya pada September 2020 lalu telah menjatuhkan sanksi ringan atas pelanggaran kode etik terkait kasus ini.
Itu juga sekaligus merupakan keempat kalinya Firli Bahuri dilaporkan melakukan pelanggaran kode etik ke Dewan Pengawas KPK.
Selain itu, sebelumnya ICW juga melaporkan Firli Bahuri ke Bareskrim Polri terkait dugaan gratifikasi penggunaan helikopter pada Juni 202 lalu, namun laporan itu ditolak dan diminta untuk dikembalikan ke Dewas KPK.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.