JAKARTA, KOMPAS.TV- Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menyatakan tidak lagi kaget mendengar dan membaca pernyataan dari Hendardi terkait polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Hal tersebut disampaikan oleh Peneliti Indonesia Corruption Wacth (ICW) Kurnia Ramadhana melalui pesan tertulis kepada Kompas.TV, Kamis (10/6/2021).
“Betapa tidak, ia adalah salah satu figur yang meloloskan Firli Bahuri sebagai Pimpinan KPK yang notabene menjadi aktor di balik skandal TWK,” kata Kurnia Ramadhana.
“Jadi, apa yang ia sampaikan bagi kami sangat kental dengan nuansa konflik kepentingan,” tambahnya.
Bagi Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi, kata Kurnia, pernyataan Hendardi semakin memperlihatkan siapa-siapa saja jejaring aktor di balik pelemahan KPK yang artinya bagian dari pelemahan pemberantasan korupsi.
Baca Juga: Setara Institute Sebut Pemanggilan Komnas HAM Terhadap KPK dan BKN Tidak Tepat, Mengada-ada
“Terakhir, kami mempertanyakan, apakah pernyataan dukungan terhadap TWK adalah pernyataan Hendardi selaku individu, mantan Panitia Seleksi Pimpinan KPK, atau Ketua Setara Institute?,” ujar Kurnia.
“Sebab, sepanjang pengetahuan kami, Setara Institute pernah melansir siaran pers dengan judul: TWK KPK Ala Firli Bahuri Melanggar Kebebasan Beragama Berkeyakinan, pada tanggal 9 Mei 2021,” tambah Kurnia Ramadhana.
Sebelumnya Hendardi menilai pemanggilan yang dilakukan Komnas HAM terhadap pimpinan KPK dan BKN tidak tepat dan mengada-ada. Hendardi yang merupakan Ketua Setara Institute menilai Komnas HAM hanya terpancing irama genderang yang ditabuh 51 pegawai KPK tidak lulus TWK.
“Test Wawasan Kebangsaan (TWK) yang diselenggarakan KPK melalui vendor BKN dan beberapa instansi terkait yg profesional adalah semata urusan administrasi negara yang masuk dalam lingkup hukum tata negara (HTN),” kata Hendardi.
Baca Juga: MAKI Ajukan Uji Materi Kewenangan Komnas HAM Memanggil Pimpinan KPK Pekan Depan
“Dan hal ini merupakan perintah UU dalam rangka alih tugas pegawai KPK menjadi ASN. Jika ada penilaian miring atas hasil TWK ini mestinya diselesaikan melalui hukum administrasi negara, bukan wilayah hukum HAM, apalagi pidana,” tambahnya.
Bagi Hendardi, pemanggilan Komnas HAM terhadap pimpinan KPK dan BKN justru ingin mengesankan seolah ada aspek pelanggaran HAM yang terjadi.
“Semestinya Komnas HAM meneliti dan menjelaskan dahulu ruang lingkup dan materi dimana ada dugaan pelanggaran HAM yang terjadi sebelum memanggil pimpinan KPK dan BKN,” ujarnya.
Hendardi lebih lanjut menyampaikan, semestinya Komnas HAM melakukan mekanisme penyaringan untuk setiap pengaduan. Agar Komnas HAM tidak mudah digunakan sebagai alat siapapun dengan interes apapun.
“Komnas HAM harus tetap dijaga dari mandat utamanya sesuai UU untuk mengutamakan menyelesaikan dan menangani kasus-kasus pelanggaran HAM berat (gross violation of Human Rights),” kata Hendardi.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.