JAKARTA, KOMPAS.TV- Peran Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dianggap sebagai orangtua dalam memimpin lembaga anti saruah. Atas dasar itu, Firli Bahuri diminta menyelesaikan polemik dalam alih status menjadi ASN selayaknya seorang bapak.
Demikian dikatakan penyidik KPK Harun Al Rasyid dalam keterangannya di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Rabu (2/6/2021).
“Kalau pimpinan ini bapak dan saya anak. Apalagi proses peralihan sangat jelas, beralih secara langsung. Kami kan tidak ingin, yang ingin ASN siapa? UU, tetapi apa kemudian urusan yang sebetulnya mudah dibuat sulit. Yang bikin keluarga kita,” kata Harun Al Rasyid.
“Saya berharap pada pimpinan, kami anakmu, kami lahir dari dirimu, kalau kami nggak bisa dibina salah siapa? Ya Bapaknya. Mana ada orang tidak bisa dibina,” tambahnya.
Harun Al Rasyid lebih lanjut mengajak pimpinan KPK untuk bergandengan serupa bapak dan anak dalam menjalankan perannya di lembaga anti saruah.
Baca Juga: Azis Syamsuddin Disebut Beri Uang ke Mantan Penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju Rp3,15 Miliar
“Kami ini anak mari bergandengan. Yang rugi bangsa. Belum lagi adik-adik di bawah kita dan lembaga lain. Kalau ini tidak beres ke depan bisa dipermainkan. Dan ini bahaya. Taruhannya bangsa dan negara,” ujarnya.
Dalam pernyataannya di Komnas HAM, Harun Al Rasyid juga membeberkan kecurigaannya soal ada pihak lain di belakang Filri Bahuri.
Pihak itu diduga melakukan campur tangan dalam mendorong keputusan pimpinan KPK untuk memangkas 75 pegawai melalui TWK.
“Saya agak heran. Oleh karena itu saya menduga ngotot untuk menyingkirkan itu karena ada pengaruh orang luar yang bisa memengaruhi ke dalam,” katanya.
Kendati demikian, Harun Al Rasyid mengaku tidak bisa menjelaskan secara gamblang di balik dugaan yang disampaikannya.
“Itu tidak bisa saya jelaskan. Tapi saya kenal masing-masing pimpinan orangnya seperti apa,” ujarnya.
“Dalam konteks seperti sekarang ngotot itu jadi bikin dugaan ada orang besar,” tambahnya.
Baca Juga: 75 Pegawai KPK Tak Lulus TWK, Firli Bahuri: Tidak Ada Upaya Penyingkiran
Apalagi dalam hal ini, lanjut Harun Al Rasyid, arahan Presiden Jokowi terkait alih status pegawai KPK untuk menjadi ASN sudah sangat jelas, lugas, dan tegas.
Tetapi hal yang terjadi, respons Presiden Jokowi justru diartikan lain.
“Patut diduga ada kepentingan dari luar yang bisa menekan orang-orang ini. Sehingga arahan presiden kabur, putusan MK jadi samar,” katanya.
Harun Al Rasyid pun mengaku jadi meyakini polemik TWK pegawai KPK ada kaitannya dengan kasus-kasus (besar).
“Ini sangat kami sayangkan, koruptor itu sudah merajalela. Sehingga bisa memberikan tekanan kepada kita,” tutup Harun Al Rasyid
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.