JAKARTA, KOMPAS.TV- Mata uang kripto kini tengah digemari sebagai alat investasi, baik di dalam maupun luar negeri. Investasi kripto diminati masyarakat, karena menawarkan keuntungan besar dalam waktu lebih singkat, dibanding investasi lainnya.
Sejumlah aset kripto yang dikenal masyarakat untuk dijadikan investasi adalah bitcoin, dogecoin dan ethereum. Namun yang paling terkenal adalah bitcoin.
Analis Ekonomi dan Keuangan BNI Ryan Kiryanto menilai, bitcoin banyak diminati karena kenaikan harga yang fantastis dan dianggap sebagai 'aset yang aman'. Lantaran tidak terpengaruh dengan kebijakan ekonomi global hingga kondisi perekonomian, terutama di masa pandemi.
Pada bulan Mei ini, harga bitcoin sempat menyentuh level 58.858 dollar AS. Sehingga, total kapitalisasi pasar bitcoin telah menembus 2 triliun dollar AS untuk pertama kalinya dalam sejarah.
Baca Juga: Ini Alasan Kenapa Bitcoin Tidak Bisa Jadi Alat Pembayaran di Indonesia
“Hal ini didorong oleh lonjakan yang terjadi selama 2 bulan terakhir seiring dengan kenaikan permintaan dari investor institusi. Untuk bitcoin, harganya bergerak cenderung positif seiring dengan keterlibatan investor institusional yang berniat meningkatkan return-nya,” kata Ryan, seperti dikutip dari Kontan.co.id, Senin (17/05/2021).
Investor institusi yang dimaksud seperti Tesla yang membeli bitcoin sebesar 1 miliar dollar AS sebagai 'cadangan kas' nya, lalu ada Morgan Stanley yang membolehkan sejumlah kliennya untuk menambahkan bitcoin ke dalam portofolio investasinya.
Kemudian Mastercard dan PayPal, dikabarkan juga telah menyiapkan langkah untuk menyambut bitcoin ke dalam sistemnya.
Namun, Ryan mengingatkan ada sejumlah hal yang harus diperhatikan saat ingin berinvestasi di aset kripto. Yang pertama, harga aset kripto yang melambung dalam waktu singkat memungkinkan menciptakan gelembung yang bisa pecah sewaktu-waktu. Sehingga investor akan rugi besar jika harga aset kripto jatuh.
Baca Juga: Gara-gara Tweet Elon Musk, Harga Aset Kripto Dogecoin Melesat 20 Persen!
Ryan menyebut, orang-orang membeli aset kripto bukan karena mereka berpikir aset kripto memiliki nilai yang berarti. Tetapi karena mereka berharap orang lain akan memburunya sehingga mendorong harga naik, dan kemudian mereka dapat menjual dan menghasilkan keuntungan secara cepat.
Ketika semua orang melakukan itu, gelembung harga pun pecah dan investor pemula akan dibiarkan merugi jika tidak bisa 'keluar tepat waktu'.
“Celakanya, sulit untuk memastikan kapan gelembung itu akan pecah. Artinya, unsur tiba-tiba, dadakan, kejutan, senantiasa membayangi mereka yang berinvestasi di aset kripto,” ujar Ryan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.