JAKARTA, KOMPAS.TV - Lebaran tinggal satu pekan lagi, tiba-tiba pemerintah mengeluarkan larangan mudik lokal di wilayah aglomerasi.
Wilayah aglomerasi adalah sejumlah kabupaten atau kota yang berdekatan dan saling menyangga seperti Jabodetabek.
Meski maksudnya untuk mencegah penularan Covid-19 terlebih ada sejumlah jenis mutasi virus yang telah ditemukan di beberapa kota, tapi kebijakan mendadak ini dianggap membingungkan.
Tak hanya bagi warga, tapi juga bagi pemerintah daerah.
Baca Juga: Petugas Kewalahan, Pemudik Lewati Posko Penyekatan Tanpa Diperiksa
Sepanjang aturan larangan mudik berlaku 6-17 Mei, pemerintah daerah kini punya pekerjaan lebih berat untuk mengidentifikasi warga yang mau mudik atau punya kepentingan lain.
Warga komuter juga ikut bingung karena setiap wilayah punya kebijakan masuk keluar wilayah yang berbeda.
Larangan mudik sebenarnya mengacu pada peraturan Menteri Perhubungan tahun 2021.
Tapi pangkal kebingungan soal mudik lokal terletak pada penafsiran pasal 3 ayat 3 dan 4.
Pada ayat 3 diterangkan bahwa peniadaan angkutan selain dikecualikan bagi pejabat negara dan aktivitas sektor esensial, juga dikecualikan untuk angkutan yang beroperasi di kawasan aglomerasi.
Pada ayat 4 disebutkan 8 kawasan aglomerasi yang dimaksud salah satunya Jabodetabek.
Penafsiran awal sebelum ada larangan mudik lokal ini, pengecualian peniadaan angkutan dianggap sama dengan pengecualian larangan mudik.
Baca Juga: Kapolri, Panglima TNI, Ketua DPR hingga Menteri Tinjau Posko Pengamanan Lebaran di Pelabuhan Merak
Sebenarnya larangan mudik tanpa terkecuali yang baru ditegaskan pemerintah bukan tanpa alasan.
Ancaman lonjakan kasus Covid-19 akibat interaksi antar warga selama bulan ramadan mulai nyata.
Dari data satgas penanganan Covid-19, hanya dalam satu pekan terakhir, angka kasus harian sudah melonjak hingga lebih dari 2.000 kasus.
Pada 3 Mei lalu jumlah kasus harian masih berkisar di angka 4.730 kasus.
Hanya dalam hitungan hari, angka ini terus merangkak naik.
Hingga pada 7 dan 8 Mei kemarin, jumlah kasus harian sudah menyentuh angka 6 ribuan kasus.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.