JAKARTA, KOMPAS.TV – Sebagai agen perubahan, civitas akademika memiliki peran fundamental menangkal praktik radikalisme di lingkungan kampus.
Hal tersebut dikemukakan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi di Aula Garuda Mukti, Kampus C Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Minggu (2/5/2021).
Dalam pidatonya, Yudian juga mengingatkan Sumpah Pemuda 1928 merupakan tonggak nasionalisme, menjadi titik transformasi dari era agama atau primordial menjadi kebangsaan hingga lahir kemerdekaan Indonesia.
"Pemuda motor perjuangan. Semua ilmu dari kampus. Bagaimana memaksimalkan semua potensi dari Tuhan," buka Yudian dihadapan para mahasiswa dan peserta daring.
Ia menggambarkan Pancasila sebagai mukjizat bagi bangsa Indonesia setelah Sumpah Pemuda yang telah merintis persatuan.
"Mengapa kita harus tunduk pada Pancasila? Salah satunya konsensus seluruh unsur mendirikan negara dengan musyawarah mufakat," tukas Yudian.
Baca Juga: Hardiknas 2021, Nadiem Makarim Ingin Pelajar Berpegang Teguh pada Falsafah Pancasila
Dalam kesempatan sama, Wakil Rektor Unair Bambang Sektiari Lukiswanto mengenang peristiwa Reformasi 1998. Menurutnya, perjuangan bangsa Indonesia untuk lebih demokratis telah berhasil.
Sayangnya, setelah itu demokratisasi cenderung menjurus liberalisasi.
"Pancasila seakan-akan dilangitkan. Bertahun-tahun dipelajari jadi seolah terhapuskan," ucap Bambang.
Bambang menambahkan, Pancasila adalah final perjuangan. Semangat ini penting dipelihara dalam memasuki revolusi industri 4.0 yang sarat digitalisasi.
"Pembumian Pancasila untuk civitas akademika sebagai agent of change fundamental agar radikalisme sempit tidak tumbuh di kampus," tandas Bambang.
Baca Juga: BNPT Sebut Ancaman Konten Radikalisme di Masa Pandemi Justru Semakin Tinggi
Peran penting Pancasila juga disetujui Presiden BEM FISIP Unair, Yoga Haryo Prayogo. Menurut Yoga, Pancasila tidak hanya dapat menjaga kesejahteraan dan keberadaban, tetapi juga penangkal ekstrimisme.
Tak ketinggalan, Direktur Pengendalian BPIP Mukhammad Fahrurozi juga menyoroti intoleransi dan radikalisme.
Dia menilai pintu masuk kedua fenomena negatif itu bukan hanya datang dari kalangan kurang mampu, tetapi justru di kalangan mapan ekonomi dan terdidik. "ASN, aparatur, politisi juga ikut terpapar," cetusnya.
Sebagai solusi, kata Fahrurozi, kegiatan yang menyasar milenial perlu diperbanyak lewat media musik, olahraga, kuliner, film.
"Secara periodik teratur memberikan kuliah wawasan pancasila. Kami di BPIP menggeliatkan produk-produk yang menjadi minat pemuda," jelasnya.
Dalam acara ini juga dilakukan Deklarasi Kader Inti Pancasila. Butir-butir penting dibacakan lantang oleh beberapa perwakilan mahasiswa Unair.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.