JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Koordinator Bidan Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) masih dibutuhkan. Pemerintah hanya akan memperbaiki sedikit terkait frasa dan penjelasan dari sisi semantik dan pedoman teknis implementasi.
"Seperti misalnya ada kata 'penistaan' itu apa sih, 'fitnah' itu apa sih. Jadi dijelaskan tidak sembarangan orang berdebat lalu dianggap onar dan sebagainya," ujar Mahfud dalam konferensi pers, Kamis (29/4/2021).
Baca Juga: Mantan Bupati Talaud Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Suap Pada Tahun 2014 - 2017
Selain penambahan frasa, rencananya akan juga ditambahkan pasal untuk memperkuat UU ITE, yakni penambahan Pasal 45C. Serta, pihaknya akan membuat pedoman teknis dan kriteria implementasi UU ITE. Salah satunya, akan dibentuk melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga pimpinan lembaga negara.
"SKB tiga kementerian dan lembaga yaitu Menkominfo, Jaksa Agung, dan Kapolri," tambahnya.
Hal yang mendasari pembentukan pedoman teknis dan kriteria implementasi yaitu guna mencegah adanya kecenderungan salah tafsir dan ketidaksamaan penerapan. Bahkan rencananya, akan juga dibuat menjadi buku pintar baik untuk wartawan, masyarakat, Polri, dan Jaksa Agung.
Diberitakan sebelumnya, wacana merevisi UU ITE bergulir setelah Presiden Joko Widodo meminta agar implementasi UU tersebut menjunjung prinsip keadilan. Jokowi mengaku akan meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk merevisi UU tersebut jika implementasi UU ITE yang berkeadilan itu tidak dapat terwujud.
Baca Juga: Kemensos Beri Pendampingan Psikologis Kepada Keluarga Prajurit KRI Nanggala 402
"Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi undang-undang ini, Undang-undang ITE ini," kata Jokowi saat memberikan arahan pada rapat pimpinan TNI-Polri di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/2/2021).
Jokowi bahkan mengatakan akan meminta DPR menghapus pasal-pasal karet yang ada di UU ITE karena pasal-pasal itu menjadi hulu dari persoalan hukum UU tersebut.
"Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," ujar Jokowi.
Pasal yang dianggap bermasalah antara lain Pasal 27 Ayat (1) soal kesusilaan, Pasal 27 Ayat (3) soal penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dan Pasal 28 Ayat (2) soal ujaran kebencian.
Baca Juga: Kemenkes: Pengawasan Rapid Test Antigen Butuh Kerjasama dari Masyarakat
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.