JAKARTA, KOMPAS.TV - Wali Kota Bogor, Bima Arya akhirnya buka suara soal keterkaitannya dengan isu reshuffle kabinet, setelah mendapat panggilan dari Istana beberapa waktu terakhir.
Kepada jurnalis Kompas TV Aiman Witjaksono, Bima mengaku telah melakukan dua kali pertemuan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca Juga: Presiden Jokowi akan Umumkan Sendiri Reshuffle Kabinet
Dalam pertemuan itu terdapat sejumlah hal yang dibicarakan, salah satunya yakni pelaksanaan vaksin Covid-19 di Kota Bogor, yang menurut Jokowi berjalan dengan bagus.
"Saya cerita kenapa angka (infeksi Covid-19 di Bogor) bisa turun, yang dilakukan apa. Kolaborasi antara (Pemkot Bogor) Kapolres dan Dandim luar biasa. Kita sama-sama mengawal dari bawah," ujarnya.
Baca Juga: Isu Reshuffle Kembali Menguat, Fadli Zon Nilai Jokowi Perlu Dibantu Orang Profesional
Presiden Jokowi, lanjut politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu, juga menanyakan rencana penataan Kota Bogor ke depannya.
Sebagai jawabannya, Bima lantas menyodorkan beberapa program, termasuk pembangunan moda transportasi trem di Kota Bogor.
"Proposalnya saya tunjukkan ke Pak Jokowi dan beliau memberi beberapa masukan dan saran," tutur Bima.
Baca Juga: Istana: Reshuffle Sasar Kementerian Investasi dan Penggabungan Kemendikbud dan Kemenristek
Sedangkan, untuk topik perombakan menteri, Bima enggan berspekulasi lantaran tak ada obrolan yang mengarah ke pembahasan itu dalam pertemuannya dengan Presiden Jokowi.
"Saya tidak ingin berspekulasi, karena bagi saya itu pertemuan biasa. Tidak ada pertanyaan (dari Pak Jokowi) soal posisi politik di kabinet tau yang lain. Tidak ada yang mengarah ke situ," ungkapnya.
Lebih lanjut, Bima menyebut jabatan menteri bukanlah sesuatu yang seharusnya dicita-citakan.
Baca Juga: Dikonfirmasi Reshuffle, Fadjroel: Fokus Presiden Jokowi Pada Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara
Sebab, jabatan tersebut sangat bergantung pada kewenangan presiden yang memiliki diskresi untuk menentukan siapa yang hendak ia angkat menjadi menteri.
"Menteri kan dipilih oleh presiden. Kalau kita mau, tapi presidennya tidak mau, bagaimana? Kalau presiden mau, tapi partai enggak rekomendasikan, gimana? Jadi, penentuan menteri adalah hak prerogatif diskresi presiden. Tidak boleh jadi cita-cita," tandasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.