GAZA, KOMPAS.TV - Lebih dari setahun setelah pandemi virus corona, kekhawatiran terburuk menjadi kenyataan di Jalur Gaza yang padat. Infeksi dan kematian akibat virus corona melonjak, rumah sakit kewalahan menghadapi pasien yang semakin meningkat.
Pusat perawatan utama Gaza untuk pasien Covid-19 memperingatkan bahwa pasokan oksigen semakin menipis. Di rumah sakit lain, tiga pasien virus corona dirawat di ruangan yang sama.
Selama berbulan-bulan, penguasa Hamas di Gaza tampak dapat mengatasi virus corona. Namun pada Februari lalu, mereka mulai mencabut sebagian besar pembatasan. Menyebarnya varian baru virus corona yang lebih ganas dan kurangnya vaksin, turut menjadi sebab melonjaknya kasus di Gaza.
Baca Juga: Sebut Sebagai Bentuk Balasan ke Hamas, Israel Luncurkan Serangan Udara ke Gaza
Selain itu, lebih dari 2 juta orang di Gaza mulai mengabaikan protokol kesehatan, terlebih ketika bulan Ramadan.
Pada siang hari, pasar dipenuhi pembeli yang membeli makanan untuk berbuka puasa. Hanya segelintir orang yang masih taat memakai masker.
“Corona bukanlah permainan,” kata Yasmin Ali, 32, yang ibunya meninggal karena virus corona minggu lalu.
“Ini akan merenggut nyawa banyak orang jika mereka tidak melindungi diri mereka sendiri,” ujarnya seperti dikutip dari the Associated Press.
Sejak awal, perjalanan pandemi di Gaza sebagian besar dibentuk oleh politik. Penutupan perbatasan yang diberlakukan oleh Israel dan Mesir, pada awalnya membantu memperlambat penyebaran virus.
Pada bulan-bulan awal, Hamas mengkarantina sekelompok kecil pendatang dari Mesir, dan kasus pertama penyebaran komunitas baru dilaporkan pada Agustus tahun lalu.
Ketika wabah pertama kali datang di Gaza, Hamas berusaha menahannya dengan menutup sekolah, masjid dan pasar, serta memberlakukan jam malam. Pencegahan ini cukup efektif, karena pada Februari lalu infeksi menurun tajam.
Baca Juga: Israel Balas Serangan Roket dari Jalur Gaza Lewat Serangan Udara, Klaim Telah Bombardir Lokasi Hamas
Namun setelah itu Hamas mulai mencabut jam malam, siswa kembali ke sekolah, aula pernikahan dibuka kembali dan pasar mulai dibuka. Wisatawan dari Mesir tidak lagi dikarantina atau dites.
Keputusan untuk membuka kembali sekolah dan pasar, karena didorong oleh masalah ekonomi. Penutupan pembatasan yang diberlakukan sebelumnya memang mengguncang ekonomi Gaza yang telah lama menderita. Tingkat pengangguran mencapai sekitar 50 persen dan di kalangan kaum muda, pengangguran mencapai sekitar 70 persen.
Hamas mungkin juga khawatir jika memperpanjang aturan pembatasan, popularitas mereka akan turun menjelang pemilihan parlemen Palestina. Dalam pemungutan suara 22 Mei, Hamas bersaing dengan gerakan Fatah dari Presiden Palestina Mahmoud Abbas yang berbasis di Tepi Barat.
Baca Juga: Supir Taksi Perempuan Pertama Gaza Palestina Rayakan Hari Perempuan Sedunia Kemarin Dengan Bekerja
Pada pertengahan April ketika bulan Ramadan dimilai, banyak warga Gaza turun ke pasar dan melaksanakan ibadah di masjid. Hal ini semakin memicu infeksi, terlebih karena menyebarnya varian baru virus corona yang lebih agresif.
Minggu lalu, infeksi harian mencapai 1.000 hingga 1.500 kasus. Kini jumlah total infeksi di Palestina mendekati 100.000 kasus, dengan 848 kematian.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.