Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) telah menjadi tujuan global di tahun 2030. Sebagai wujud komitmen politik Pemerintah Indonesia untuk melaksanakan SDGs, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan payung regulasi berupa Peraturan Presiden (Perpres) SDGs Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Diperlukan pendanaan yang sangat besart untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan keterbatasan anggaran Pemerintah, diperlukan dukungan dari swasta atau badan usaha untuk dapat saling melengkapi pendanaan yang berasal dari anggaran sektor publik.
Di sisi lain, badan usaha sebagai mitra yang terlibat masih memiliki kendala untuk pencapaian SDGs yang disebabkan oleh tingginya risiko dan tingkat pengembalian investasi yang kurang menarik.
Sehingga, Pemerintah harus mencari cara untuk memfasilitasi investasi proyek yang terkait SDGs dengan melibatkan sejumlah sumber pembiayaan lain yang mampu mengurangi risiko dan meningkatkan appetite investasi sekaligus menjawab kebutuhan akan pencapaian SDGs melalui modalitas yang mengintegrasikan berbagai skema sumber pendanaan atau disebut juga blended finance.
Baca Juga: Kemenkeu Dorong Peningkatan Peran PT SMI dalam Pembiayaan Pembangunan dan Pemulihan Ekonomi
International Finance Corporation (IFC) mendefinisikan blended finance sebagai penggunaan dana donor dalam jumlah yang relatif kecil untuk mengurangi risiko investasi yang spesifik dan membantu menyeimbangkan kembali risk-reward profile yang tidak dapat dilanjutkan dengan persyaratan komersial yang ketat.
Sementara, menurut The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), blended finance dapat membantu menjembatani kesenjangan investasi untuk pencapaian tujuan SDGs di negara-negara bekembang seperti Indonesia.
Lebih jauh, skema blended finance juga menjadi alternatif modalitas pendanaan pembangunan karena adanya keterbatasan anggaran Pemerintah. Selain itu, menurut IFC skema blended finance bisa mengatasi hambatan pasar dan menarik investasi sektor swasta ke bidang-bidang yang memiliki kepentingan strategis dengan dampak pembangunan yang tinggi, membuka jalan bagi investor lain, serta membantu menciptakan pasar.
Blended finance juga dibutuhkan karena menawarkan dukungan teknis (technical assistance) dalam bentuk layanan konsultasi dan pengembangan proyek untuk meningkatkan kualitas dan persiapan proyek, mendorong penggunaan berbagai macam sumber dana dari berbagai stakeholders, serta mendorong sinergi dan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan dan mitra strategis.
Dalam mengimplementasi modalitas blended finance tersebut, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau PT SMI telah membentuk platform SDG Indonesia One (SIO) pada tahun 2018, sebagai upaya menyediakan platform pendanaan interintegrasi untuk mencapai tujuan-tujuan SDGs.
SIO sendiri terdiri dari empat pilar yang disesuaikan dengan appetite dari para donor dan investor yang terlibat, yaitu: Development Facilities, De-Risking Facilities, Financing Facilities, dan Equity Fund, yang semuanya bertujuan untuk menghimpun pendanaan dari para investor, donor, dan filantropi untuk disalurkan kepada proyek-proyek di Indonesia yang mendukung pencapaian SDGs. Sejauh ini telah ada 32 partner yang bergabung dengan total komitmen senilai USD 3,03 miliar.
Baca Juga: Kemenkeu Dorong Peran PT SMI dalam Kebijakan PEN 2021
Dukungan yang dapat diberikan oleh SDG Indonesia One untuk dapat mendorong pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia, diantaranya yaitu: Fasilitas pinjaman dari institusi keuangan, bilateral, multilateral maupun perbankan dengan suku bunga kompetitif, tenor panjang dan kesesuaian mata uang dengan kebutuhan pembiayaan. Selain itu, dukungan technical assistance berupa sharing session, pemberian capacity building dan dukungan tenaga ahli untuk memberikan experts’ review / opinion, penyusunan bankable feasibility study serta dukungan penyiapan dan implementasi proyek lainnya.
Beberapa proyek yang bertujuan SDGs yang dikerjakan oleh PT SMI diantaranya adalah pembiayaan proyek pembangunan RSUD tipe B di Sulawesi Utara, penyiapan bankability study terhadap tujuh proyek renewable energy di Indonesia termasuk enhancement untuk proyek-proyek tersebut serta dukungan teknis berupa Review Feasibility Study proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Jakarta Utara.
Selain itu, untuk mendukung pengembangan sektor panas bumi di Indonesia, PT SMI melalui SDG Indonesia One telah meluncurkan program GREM (Geothermal Resource Risk Mitigation Facility) yang bertujuan untuk menyediakan fasilitas pembiayaan dan mitigasi risiko atas kegiatan eksplorasi panas bumi.
Fitur khusus GREM adalah tersedianya fasilitas de-risking atau skema risk sharing, di mana dalam hal terjadi kegagalan eksplorasi, pengembang tidak sepenuhnya menanggung risiko dan biaya eksplorasi. Keberadaan fasilitas pembiayaan dengan fitur de-risking untuk pengembangan di hulu (upstream) akan menurunkan risiko eksplorasi sebagai risiko terbesar yang dihadapi oleh pengembang panas bumi.
Sampai awal tahun 2021, PT SMI melalui platform SDG Indonesia One sudah memobilisasi pendanaan senilai USD791 juta yang disalurkan kepada 15 proyek yang terdiri dari pembiayaan 5 proyek dan kegiatan pengembangan 10 proyek berorientasi SDGs, serta mengembangkan ekosistem pembiayaan melalui 11 kegiatan capacity building, sharing session, dan business matching.
Ke depannya, Pemerintah perlu terus memaksimalkan skema blended finance ini sebagai instrumen pembiayaan pembangunan proyek-proyek hijau bertujuan SDGs yang dapat memberikan manfaat nyata bagi ekonomi, sosial dan pelestarian lingkungan di Indonesia. PT SMI sebagai perusahaan pembiayaan pembangunan akan terus berupaya untuk memberi andil yang maksimal dalam pencapaian tujuan tersebut dengan memanfaatkan skema blended finance yang telah dijalankan selama ini.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.