JAKARTA, KOMPAS.TV - Keberadaan Masjid Jami Al Atiq di Kelurahan Kebon Baru, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, ternyata menyimpan banyak aksi sejarah. Mulai dari tempat pelarian jagoan Si Pitung, hingga Sultan Hasanuddin yang sempat dipukul mundur oleh Belanda.
Masjid yang berada tidak jauh dari aliran Sungai Ciliwung tersebut sudah berdiri sejak abad ke-17 tepatnya tahun 1632. Ketika itu masjid yang ada seperti seksrang hanya lah sebuah langgar.
Pengurus Masjid Al Atiq Tebet, Yus Holungo menceritakan dulunya di sekitar Tebet menjadi tempat persinggahan para saudagar karena ada dekat Sungai Ciliwung.
Baca Juga: Penggunaan Toa Masjid saat Membangunkan Sahur, MUI: Jangan Berlebihan, Lakukan Lebih Bermartabat
Hingga suatu ketika Sultan Mahmud Hasanuddin yang berasal dari Banten hendak menyerang para penjajah Belanda yang berada di Batavia sekitar tahun 1638.
“Tapi ketika itu pasukan Sultan Hasanudin dipukul mundur. Tahun itu Belanda punya senjata lebih canggih,” ungkap Yus, Kamis (22/4/2021) kepada Wartakotalive.
Setelah itu, Sultan Hasanuddin bersama pasukannya pun mundur dengan menyusuri Sungai Ciliwung. Sejak itu mereka pun bertahan di sana untuk beberapa lama di sekitar lokasi.
“Selama di sana mereka gunakan langgar ini (lokasi masjid Jami Al Atiq) sebagai tempat sembahyang karena kan di sana waktu itu nggak ada tempat lain, masih hutan,” sambungnya.
Bangunan langgar tersebut sangat sederhana dan kecil. Alhasil Sultan Hasanuddin bersama pasukannya mengubah langgar itu menjadi sebuah masjid sebelum kembali ke Banten.
“Sama pasukan Sultan Hasanuddin diperbaiki, kan sekitar sini dulu masih banyak hutan. Jadi dikenal sebagai peninggalan Sultan Hasanuddin,” ucap Yus.
Yus menambahkan sekitar abad ke-17 sampai 18, juga ada kehadiran pahlawan Betawi, Si Pitung yang sempat singgah di tempat tersebut.
Ketika itu Si Pitung dan pasukannya melarikan diri dari penjara yang berada di sekitar Pasar Mester lalu menyusuri aliran Sungai Ciliwung.
“Jadi di sekitar Pasar Mester saat ini ada penjara dan ketika itu Si Pitung dan pasukannya di sana tapi kabur dan sampai ke sini,” tuturnya.
Ketika itu Si Pitung sempat bermukim beberapa lama, juga memperbaiki masjid agar terlihat lebih baik dan bisa digunakan sebagai tempat ibadah.
Yus menambahkan penampilan Masjid Jami Al Atiq yang terlihat sekarang merupakan hasil dari perbaikan yang dilakukan pada zaman Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin.
“Pada saat itu ada beberapa bagian masjid disikat sama kontraktor cuman tiang di dalam masih asli. Aslinya ini masjid, ukurannya memang segitu, sebatas empat pilar itu,” katanya.
Baca Juga: Masjid Jami Palopo, Simbol Awal Peradaban Islam di Kawasan Timur Indonesia
Sementara untuk peninggalan benda-benda sejarah lainnya di dalam masjid juga diamankan di sebuah museum. Ketika itu proses renovasi yang berjalan dua kali itu tidak ada menara.
“Paling baru geranit, belum ada setahun. Kalau menara dibangun tahun 2018, dulu nggak ada menara,” pungkas Yus.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.