DAMASKUS, KOMPAS.TV - Juru bicara parlemen Suriah melaporkan negara itu akan melaksanakan pemilihan umum pada 26 Mei nanti untuk memilih presiden, meski negara itu masih dalam keadaan konflik dan perang.
Seperti dilansir Associated Press, Minggu (18/04/2021), Juru Bicara Parlemen Suriah Hammoud Sabbagh mengatakan, waktu untuk mendaftar tersedia sepuluh hari terhitung Senin (19/04/2021).
Sementara, warga Suriah yang berada di luar negeri akan melakukan pemungutan suara pada 20 Mei 2021.
Pemilihan umum ini diperkirakan akan kembali memberikan presiden saat ini Bashar al-Assad masa jabatan tujuh tahun untuk ke empat kalinya. Hingga saat ini belum jelas apakah ada kandidat yang akan mendaftar dan bersaing dengan Bashar, namun bila ada yang mendaftar, banyak yang memperkirakan hal itu hanya akan bersifat simbolik.
Mereka yang ingin ikut bersaing dalam pemilihan presiden disyaratkan harus setidaknya tinggal di Suriah selama 10 tahun terakhir, yang artinya tokoh oposisi yang selama ini hidup di luar negeri tidak akan memenuhi syarat.
Kandidat juga harus mendapat dukungan setidaknya 35 anggota parlemen, yang menurut laporan France24 didominasi Partai Baath yang dipimpin Bashar al-Assad.
Baca Juga: Presiden Suriah dan Istrinya Pulih dari Covid, Siap Jalani Tugas Rutin
Amerika Serikat bulan lalu memperingatkan Assad bahwa pemerintah Amerika Serikat tidak akan mengakui hasil pemilu presiden kecuali pemilihan itu berlangsung bebas, adil, dan disupervisi oleh PBB serta mewakili seluruh unsur masyarakat Suriah.
Suriah sejak 2011 dirundung perang saudara dengan banyak negara-negara tetangga dan negara adikuasa ikut campur. Konflik mulai meletus tahun tersebut yang diawali unjuk rasa terinspirasi gelombang "Arab Spring" di Afrika Utara.
Unjuk rasa menentang keluarga Assad itu berubah menjadi konflik saat pemerintah merespon dengan tangan besi.
Baca Juga: Pancing Kemarahan Turki, Serangan Udara Sasar Wilayah Suriah
Menurut aturan pemilu Suriah seperti yang dikatakan Sabbagh, hak memilih hanya bagi warga Suriah yang hidup di wilayah pemerintah atau mereka yang hidup di luar negeri namun terdaftar di kedutaan besar masing-masing.
Menteri luar negeri lima negara barat, yaitu Inggris, Prancis, Jerman, Italia dan Amerika Serikat menyerukan boikot, karena mereka memprediksi pemilu tersebut tidak akan bebas dan adil, serta hanya akan memperkuat Assad.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.