Kompas TV bisnis kebijakan

Perang Harga Antar UMKM Lokal dengan Pelapak Asing

Kompas.tv - 18 April 2021, 02:54 WIB
perang-harga-antar-umkm-lokal-dengan-pelapak-asing
Ilustrasi: logo Tokopedia. (Sumber: Tokopedia)
Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Hariyanto Kurniawan

JAKARTA, KOMPAS.TV – Pelapak e-dagang dalam negeri mengeluh lantaran skema biaya baru yang dikeluarkan oleh pengelola lokapasar (marketplace) membebani pelapak lokal. Hal tersebut berdampak pada pelapak asing di e-dagang dinilai semakin mendominasi pasar.

Finda Febriana, pemilik usaha kerajinan aksesoris Findyka.com sekaligus pendiri Komunitas Bikin Konten, berharap biaya administrasi tidak membebani pelaku UMKM lokal dalam berjualan di e-dagang, dilansir dari Kompas.id, Jumat (16/4/2021) lalu.

Tak hanya biaya administrasi, dia juga menyoroti ongkos kirim dan jumlah pemesanan minimal yang justru menguntungkan produk asing dan membuat masyarakat lebih memilih membeli produk impor untuk barang sejenis.

Peneliti Center of Innovation and Digital Economy Institute for Development Economics and Finance (Indef), Media Wahyudi Askar mengatakan bahwa e-dagang menciptakan dilema.

Pemerintah mendorong UMKM terjun ke e-dagang sehingga bisa menjangkau konsumen secara lebih luas. Namun, sampai saat ini belum ada data yang bisa menunjukkan signifikansi dampak kehadiran e-dagang secara agregat di tingkat nasional terhadap kesejahteraan masyarakat.

Baca Juga: Indonesia Disebut Kena Predatory Pricing, Kemendag akan Atur E-Commerce

Sebaliknya, e-dagang justru menciptakan perang harga yang membebani UMKM lokal. Wahyudi menjabarkan, contohnya pada barang yang sama, harga akhir yang dipilih konsumen untuk produk impor di e-dagang acap kali lebih menarik ketimbang produksi dalam negeri.

Hal itu didasari oleh harga akhir yang terbentuk dari fasilitas ongkos kirim dan diskon harga untuk konsumen.

Oleh karena itu, ia berharap pemerintah menyusun regulasi yang adil bagi pelaku UMKM dalam negeri.

“Regulasi ini sebaiknya turut mengatur impor barang yang berkaitan dengan e-dagang serta insentif bagi UMKM lokal. Tanpa adanya aturan, e-dagang dapat dimonopoli pemain bisnis yang menguasai akses teknologi dan inovasi,” tuturnya.

Sementara itu, menurut Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun, skema biaya administrasi yang diterapkan pengelola lokapasar (marketplace) sudah terbuka. Namun, kenaikan biaya administrasi beserta pertimbangan lainnya belum transparan.

”Kami berharap, penyelenggara jasa e-dagang tak seenaknya menetapkan biaya administrasi sehingga menambah beban pelaku UMKM,” katanya, Jumat (16/4/2021).

Dengan demikian, pemerintah diharapkan turun tangan meregulasi biaya administrasi yang ditetapkan oleh penyelenggara e-dagang. Bentuk regulasinya dapat berupa tarif batas atas dan bawah atau penyeragaman biaya administrasi.

Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Komite Pengusaha Mikro Kecil Menengah Indonesia Bersatu (Kopitu) Asikin Chalifah berpendapat, biaya administrasi di setiap e-dagang berbeda-beda sehingga membutuhkan standardisasi.

Biaya administrasi harus mempertimbangkan jumlah produk yang terjual dan tak boleh menggerus keuntungan pelaku UMKM. Standar biaya tersebut mesti membuat penjual memperoleh keuntungan layak dan konsumen dapat menjangkau harga produk.

Baca Juga: Pelaku UMKM Keluhkan Harga Miring yang Sering Ditawarkan Seller Luar Negeri di E-Commerce

 



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x