JAKARTA, KOMPAS.TV- BPJS Ketenagakerjaan (BPJSTK) berencana mengurangi portofolio investasi saham dan reksadana saham. Rencana itu muncul karena dana jaminan hari tua (JHT) BPJSTK sejak 2018 hingga Februari 2021 mengalami defisit.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo mengatakan, rencana itu merupakan kebijakan independen, sehingga BEI menghargai keputusan itu.
"Kebijakan investasi dari para pengelola dana publik adalah kebijakan yang independen dan bursa menghargai keputusan dari para pengelola/manajer investasi tersebut," kata Laksono dalam keterangan tertulisnya, dikutip Kamis (01/04/2021).
Semenyata itu, Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Ardiastama menilai, langkah tersebut dapat memberikan tekanan pada harga saham-saham koleksi BPJSTK.
Baca Juga: Bank Ogah Terima Deposito BPJS Ketenagakerjaan karena Kebanyakan Duit
"Sentimen dari kebijakan tersebut tentu menjadi perhatian pelaku pasar di mana dana kelolaan BPJSTK yang berencana keluar dari pasar saham dapat memberikan tekanan pada saham-saham yang dimilikinya," ungkap Okie seperti dikutip dari Kontan.co.id.
Penurunan harga saham yang dikoleksi BPJSTK juga akan memberi tekanan terhadap pergerakan IHSG. Lantaran saham-saham tersebut memiliki bobot yang cukup besar ke IHSG. Di samping sentimen negatif dari domestik maupun global yang telah menyeret IHSG selama ini.
"Bagi investor dengan strategi jangka panjang, momentum penurunan justru dapat menjadi saat yang tepat membeli secara bertahap. Karena saham koleksi BPJSTK mempunyai fundamental yang baik, " jelas Okie.
Dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR pada 30 Maret lalu, Direktur Utama BPJSTK Anggoro Eko Cahyo membeberkan defisit JHT akibat rugi mengambang atau floating loss dari investasi saham.
Baca Juga: Begini Cara Mencairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan via Online, Gampang Banget!
"Rasio kecukupan dana pada Desember 2018 sebesar 96,6%, Desember 2019 sebesar 96,9%, Desember 2020 sebesar 95,9%, dan Februari 2021 sebesar 95,2%, " ungkap Anggoro.
Rasio kecukupan dana bisa dikatakan sebagai kemampuan lembaga atau perusahaan dalam memenuhi kewajiban kepada peserta atau kemampuan manajemen dalam mendanai program pensiunnya.
"Apa yang menyebabkan defisit? Dari dana yang kami miliki, 100% yang kami miliki, ada 23 persen dana yang kami kelola di instrumen saham dan reksa dana," imbuhnya.
Baca Juga: Pemerintah akan Buat Kamar Standar BPJS Kesehatan, Kelas I sampai III Dihapus
Menurut Anggoro, instrumen saham dan reksa dana memiliki risiko pasar yang membuat dana investasi BPJSTK turun atau unrealized loss.
Unrealized loss juga bisa disebut sebagai penurunan nilai aset investasi saham atau reksa dana sebagai dampak dari fluktuasi pasar modal yang tidak bersifat statis.
"Kalau dilihat sejak Desember 2017 itu IHSG masih 6.335, rasio kecukupan dana JHT itu masih 101%. Juli 2018 IHSG turun ke 5.900 maka dana JHT itu 94,7%.Februari 2021 IHSG sudah bergerak naik ke 6.200, maka rasio kecukupan dana meningkat menjadi 95,2%," jelas Anggoro.
Dari seluruh dana yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp 489,89 triliun, investasi di deposito sebesar Rp 12%, obligasi 65%, saham 14%, reksadana 8%, properti 0,4%, dan penyertaan langsung 0,1%.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.