NAYPYIDAW, KOMPAS.TV - Muslim Rohingya diminta untuk menyingkirkan perbedaan dan bersatu dengan warga Myanmar untuk menghadapi junta militer yang telah melakukan kudeta.
Hal itu diungkapkan oleh Sasa, yang menyebut dirinya sebagai sekutu Aung San Suu Kyi dan perwakilan parlemen Myanmar di PBB.
Hal itu terkesan ironis, mengingat pemerintahan di era Suu Kyi membela militer yang melakukan pembantaian kepada muslim Rohingya pada 2017.
Baca Juga: Kebiadaban Junta Militer Myanmar, Tembaki Pelayat Pemakaman
Hal itulah yang kemudian memaksa sekitar 700.000 masyarakat Rohingya berlari melewati perbatasan.
Masalah Rohingya ini juga yang menyebabkan Myanmar mendapatkan sanksi dari AS, serta membuat nama Suu Kyi sebagai penerima Nobel Perdamaian tercoreng.
Baca Juga: Panglima Militer 12 Negara Kutuk Jalan Kekerasan yang Diambil Militer Myanmar
“Saya selalu menunggu waktunya untuk memanggil saudara dan saudari Rohingya kami,” kata Sasa kepada Bloomberg.
“Kita adalah satu keluarga. Kini kita memiliki musuh yang sama, yaitu para jenderal militer,” tambahnya.
Pernyataan itu datang tak lama setelah hari paling berdarah di Myanmar, seusai 114 demonstran dan warga sipil terbunuh oleh tentara dan polisi, Sabtu (27/3/2021).
Baca Juga: Junta Militer Myanmar Kian Beringas, Bakar Warga Hidup-hidup
Hal itu membuat korban tewas setelah terjadinya kudeta militer pada 1 Februari mencapai 459 orang
Sasa juga mengatakan sudah seharusnya Muslim Rohingya terintegrasi kepada masyarakat Myanmar dan mendapatkan hak penuh, termasuk kewarganegaraan.
“Semua orang memilikli hak saya sama, pada prinsipnya tak ada satu pun yang boleh tertinggal, meski berdasarkan budaya, warna kulit, rasa tau agama. Hari-hari itu telah usai,” ujarnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.