NAYPYIDAW, KOMPAS.TV – Kekejaman junta militer Myanmar terhadap demonstran memunculkan kekhawatiran pecahnya kembali perang saudara yang besar di negara itu.
Sejauh ini PBB mencatat sebanyak 138 orang tewas sejak kudeta terjadi pada 1 Februaru 2021 lalu. Yang paling parah adalah tewasnya 39 orang dalam demonstrasi antikudeta yang berlangsung Ahad 14 Maret lalu.
Dr Sasa, utusan parlemen prodemokrasi untuk PBB menganggap perlunya tekanan dunia terhadap junta militer untuk menghindari berlanjutnya pertumpahan darah.
Baca Juga: Sudah 400 Orang Myanmar Menyeberang ke India, Sebagian Besar Polisi dan Petugas Damkar
Dia memprediksi, tekanan junta militer akan memancing rakyat Myanmar melawan balik dengan mempersenjatai diri.
Dr Sasa menyeru supaya junta militer mundur dan membebaskan tahanan politik yang ditangkap serta mengembalikan demokrasi di Myanmar.
Dia menyatakan, pimpinan junta bisa mengalami nasib serupa dengan para pemimpin dunia macam Saddam Husein (Irak) maupun Muammar Gaddafi (Libya) yang akhirnya dibunuh.
"Mereka bisa berakhir tertangkap atau dibunuh," jelas Dr Sasa dilansir Kompas.com seperti diberitakan Sky News Senin (15/3/2021).
Baca Juga: Junta Militer Myanmar Umumkan Darurat Militer Lebih Luas di Sebagian Besar Kota Yangon
Dr Sasa berharap peran negara besar seperti India, China dan AS dalam upaya menghentikan kekerasan di Myanmar. Ia juga ingin, negara-negara di kawasan Asia Tenggara lebih aktif menekan junta.
"Jika koalisi internasional ini tak terbentuk, saya khawatir, perang saudara terhebat bakal kita saksikan."
Peran aktif dan tekanan yang dimaksud Dr Sasa adalah melalui sanksi yang terkoordinasi, baik secara diplomatis, politis dan ekonomis.
Tatmadaw, nama junta Myanmar, melakukan kudeta pada 1 Feburari setelah mengklaim adanya kecurangan pada pemilu November 2020.
Baca Juga: PBB: Sedikitnya 138 Pengunjuk Rasa Tewas Dibunuh Aparat Keamanan Myanmar Sejak Kudeta
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.