YOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Indonesia menempati posisi ke-7 sebagai negara dengan pengidap diabetes tertinggi berdasarkan laporan International Diabetes Federation (IDF). Pusat Kebijakan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM pun merilis dokumen kebijakan untuk mengatasi persoalan diabetes yang ditimbulkan konsumsi minuman berpemanis.
Salah satu opsinya, pilihan penerapan kebijakan fiskal untuk mendorong perubahan perilaku dalam mengonsumsi produk yang lebih sehat.
“Sesuai rekomendasi dari WHO, pemerintah perlu menetapkan kebijakan fiskal untuk menjaga pola konsumsi minuman berpemanis di masyarakat,” ujar Relmbuss Fanda, koordinator peneliti PKMK UGM, Senin (15/3/2021).
Baca Juga: Sri Mulyani Rencana Kasih Cukai ke Minuman Berpemanis, Rizal Ramli: Tidak Kreatif
Menurut Relmbuss Fanda, penerapan kebijakan bertujuan untuk menghambat masyarakat mengonsumsi minuman berpemanis secara berlebihan. Kebijakan fiskal tersebut dapat berupa penerapan pajak ataupun untuk minuman berpemanis pada takaran gula tertentu dan nilai pajak tersebut dapat bersifat progresif.
Negara Asia Tenggara seperti Thailand, Filipina, Malaysia dan Singapura telah menerapkan pajak tersebut dengan berbagai variasi. Indonesia telah mencoba untuk menerapkan kebijakan ini, namun gagal pada 2011 dan 2014 karena tidak mendapatkan dukungan penuh dari semua kementerian.
Pada 2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali mengeluarkan wacana penerapan cukai pada minuman berpemanis di hadapan Komisi XI DPR RI.
“Kebijakan ini tepat dilakukan untuk mengurangi tingginya konsumsi minuman berpemanis masyarakat Indonesia yang telah mencapai 20,23 liter per orang dan menempati posisi ketiga di Asia Tenggara,” ucapnya.
WHO melaporkan bahwa pengenaan pajak atas minuman berpemanis merupakan intervensi yang efektif untuk mengurangi konsumsi gula. Sebagai bukti, pajak minuman berpemanis yang menaikkan harga sebesar 20 persen dapat menyebabkan penurunan konsumsi sekitar 20 persen, sehingga bisa mencegah obesitas dan diabetes.
Baca Juga: Penelitian Baru: Penderita Diabetes Tipe 1 Mungkin Berisiko Alami Keparahan Covid-19
Sebuah studi juga menunjukkan penerapan kebijakan fiskal menghasilkan manfaat kesehatan yang substansial dan juga menghemat biaya perawatan kesehatan. Biaya perawatan kesehatan bahkan bisa hemat lebih dari 24 kali lipat dari biaya pelaksanaan pajak minuman manis. Salah satu negara yang sudah mengenakan pajak pada minuman berpemanis adalah Inggris.
“Rencana kebijakan fiskal untuk minam berpemanis yang bisa meminimalkan angka diabetes dan obesitas ini sudah seharusnya didukung semua pihak, termasuk masyarakat dan pelaku industri,” tuturnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.