YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Badan Pengawas Ideologi Pancasila (BPIP) menilai Pancasila sebagai ideologi negara sebaiknya tidak diajarkan dengan cara yang dogmatik, melainkan dipahami dengan sederhana dan rasional.
Deputi Pengkajian dan Materi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Prof. Adji Samekto mempersoalkan bahan ajar Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP) yang selama ini terkesan memaksakan.
“Pancasila seharusnya diajarkan dengan cara yang mudah dipahami, sederhana dan rasional. Intinya ada pada objektifikasi atas isi atau substansi. Mengajak memahami konstruksi berpikir anak didik, sifatnya bukan menekan dari atas,” kata Prof. Adji Samekto saat membuka forum diskusi Penyusunan Bahan Ajar Pancasila bagi Pendidikan Formal di Yogyakarta, Jumat (12/3/2021).
Pancasila tidak bisa diperlakukan sebagai materi eksternal yang diinternalisasikan, seolah menghapus apa yang menjadi aspirasi. Maknanya dihidupkan dari apa yang telah menjadi kebijakan publik.
Adji berharap, PIP yang disusun untuk tingkat pendidikan Usia Dini hingga Perguruan Tinggi nantinya tidak bersifat terlalu teoritik, melainkan mengarah pada ilustrasi nilai-nilai Pancasila sebagai realitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
“Bicara Pancasila bukan bicara di ranah kosong atau abu abu namun di ranah konkrit, mengutamakaan contoh contoh riil, ranah nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam berbagai level dan tingkatan pendidikan,” ungkap Adji.
Senada dengan BPIP, Rektor Universitas Islam Yogyakarta Profesor Al-Makin menekankan pentingnya penyusunan buku bahan ajar Pancasila yang mudah dipahami namun tidak dogmatis. Nilai-nilai Pancasila perlu disampaikan dengan sederhana, rasional, dan dengan perspektif lintas iman.
“Disamping sederhana, hindari cara-cara yang bersifat dogmatis. Menerangkan Pancasila secara sederhana, rasional, tidak bersifat teoretik yang sifatnya menekan. Hindari sesuatu yang sifatnya ekstrim, doktriner, dan dogmatis,” jelas Al-Makin.
Al-Makin ingin penyusunan buku bahan ajar ini memperhatikan trade mark Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, yakni prinsip perspektif interfaith dan interreligius.
Lanjutnya, perspektif interfaith ini perlu dikenalkan mulai dari pendidikan dasar. Mengenalkan iman lain dengan cara yang lebih baik merupakan persoalan yang sangat penting dilakukan di kehidupan masyarakat multikultural.
“Kita dorong para generasi muda kita untuk bersahabat dengan iman lain. Materi ini tolong ditekankan, agar mereka saling membuat persahabatan dengan temannya yang beragama lain. Maka bagaimana menyusun bahan ajar dengan prinsip interfaith, rasional namun juga sederhana, serta mudah dipahami, itu tantangan para penyusun,” pungkas Al-Makin.
Hadir pula dalam diskusi Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Romo Benny Susetyo, Direktur Standarisasi Materi dan Metode Formal, Non Formal dan Informal Toto Purbiyanto, Direktur Pengkajian Materi Dr. M. Sabri, serta para akademisi dari berbagai perguruan tinggi.
Diskusi penyusunan bahan ajar Pancasila dilakukan di Pusat Studi Pancasila Yogyakarta ini dilakukan dengan menerapkan protokol Covid-19 yang ketat. Seluruh peserta yang hadir dalam diskusi telah melakukan rapid test antigen Covid-19 dan mendapat hasil negatif.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.