NAYPYIDAW, KOMPAS.TV - PBB mengutuk keras sikap junta militer Myanmar, yang melakukan tindakan represif terhadap demonstran penentang kudeta.
Hingga saat ini, Hak Asasi Manusia (HAM) PBB melaporkan setidaknya 54 orang telah terbunuh sejak demonstrasi antikudeta dilakukan.
Bahkan sebanyak 38 orang terbunuh pada demonstrasi di seluruh kota di Myanmar, Rabu (3/3/2021).
Baca Juga: Kematian di Brasil karena Covid-19 Meninggi, Jair Bolsonaro: Berhentilah Mengeluh
Komisaris Tinggi HAM PBB, Michelle Bachelet menegaskan agar militer Myanmar menghentikan tindakan keras yang kejam terhadap pengunjuk rasa yang damai.
“Militer Myanmar harus berhenti melakukan pembunuhan dan memenjarakan demonstran,” ujar Bachelet, Kamis (4/3/2021), dikutip dari Anadolu Agency.
“Benar-benar menjijikkan bahwa pasukan keamanan menembakkan peluru tajam terhadap pengunjuk rasa damai di seluruh negeri,” tambahnya.
Baca Juga: Amerika Serikat Desak Myanmar Untuk Bebaskan Wartawan dan Demonstran yang Ditahan
Bachelet juga mengaku terkejut dengan serangan terhadap staf medis darurat dan ambulans yang berusaha memberikan perawatan kepada mereka yang terluka.
Serangan tersebut berhasil didokumentasikan dan akhirnya viral di media sosial.
“Kantor HAM PBB telah menguatkan informasi bahwa polisi dan perwira militer menewaskan sedikitnya 54 orang sejak kudeta 1 Februari,” katanya.
Baca Juga: Pangeran Philip Sukses Jalani Operasi Jantung
Dia pun menambahkan bahwa jumlah korban tewas sebenarnya bisa jauh lebih tinggi, karena ini adalah angka yang telah diverifikasi.
“Sulit untuk menentikan berapa banyak orang yang menerita luka-luka, tetapi informasi yang dapat dipercaya menunjukkan, setidaknya ratusan orang terluka selama demonstrasi,” ujarnya.
Sejak kudeta dilancarkan junta militer pada 1 Februari, sebanyak 1.700 otang telah ditangkap secara sewenang-wenang dan didakwa karena berpartisipasi dalam unjuk rasa.
Baca Juga: Minta Pelaku Pemerkosaan Nikahi Korban, Hakim di India Dikecam dan Diminta Mundur
Mereka termasuk anggota parlemen, aktivis politik, pejabat pemilu, penulis, pembela HAM, guru, pegawai negeri, petugas kesehatan, jurnalis, biksu dan selebritis.
Namun, diperkirakan angka penahanan sebenarnya lebih tinggi, mengingat unjuk rasa terjadi di 537 lokasi di seluruh dunia, dimana mengawasi perkembangannya nyaris mustahil.
“Angka penangkapan sewenang-wenang dan penahanan terus meningkat beberapa hari terakhir. Pada hari Rabu sendiri, 700 orang telah ditangkap,” tutur Bachelet.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.