YANGON, KOMPAS.TV - Pengunjuk rasa di Myanmar yang memprotes kudeta militer bulan lalu tanpa gentar kembali turun ke jalan Kamis, (04/03/2021) walau sedikitnya 38 orang pada hari sebelumnya dibunuh oleh pasukan keamanan.
Associated Press hari Kamis (04/03/2021) melaporkan, unjuk rasa hari Kamis diadakan di setidaknya tiga wilayah Yangon, kota terbesar di negara itu, yang telah menjadi tempat kekerasan selama beberapa hari terakhir.
Polisi kembali menggunakan kekerasan untuk mencoba membubarkan massa, menurut laporan langsung dari berbagai akun media sosial.
Unjuk rasa juga berlanjut di Mandalay, kota terbesar kedua. Sebuah formasi lima pesawat tempur terbang di atas kota pada Kamis pagi dalam apa yang tampak sebagai unjuk kekuatan untuk menggentarkan pengunjuk rasa.
Tidak terpengaruh oleh tindakan keras tersebut, para aktivis mengatakan mereka menolak untuk menerima pemerintahan militer dan bertekad untuk mendesak pembebasan pemimpin pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dan pengakuan atas kemenangannya dalam pemilihan November lalu.
Baca Juga: Angel, Remaja yang Tinggalkan Pesan Sebelum Ditembak Mati oleh Polisi Myanmar
"Kami tahu kami selalu bisa ditembak dan dibunuh dengan peluru tajam tetapi tidak ada artinya tetap hidup di bawah junta (militer)," kata aktivis Maung Saungkha kepada Reuters, Kamis (04/03/2021).
Polisi kemudian melepaskan tembakan dan menggunakan gas air mata untuk membubarkan unjuk rasa di Yangon dan pusat kota Monywa, kata saksi mata. Polisi juga menembak di kota Pathein, sebelah barat Yangon, media melaporkan.
Di Yangon, kerumunan pengunjuk rasa segera berkumpul lagi untuk meneriakkan slogan dan bernyanyi.
Baca Juga: Militer Myanmar Kepada Utusan Khusus PBB: Kami Siap Menghadapi Sanksi dan Isolasi
Kerumunan besar juga berkumpul dengan damai untuk aksi unjuk rasa di tempat lain, termasuk kota kedua Mandalay dan di kota kuil bersejarah Bagan, di mana ratusan orang berbaris membawa foto Suu Kyi dan spanduk bertuliskan: "Bebaskan pemimpin kami", kata saksi mata.
Pada hari Rabu, polisi dan tentara melepaskan tembakan dengan peluru tajam dengan sedikit peringatan di beberapa kota besar dan kecil, kata saksi mata.
Utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, mengatakan di New York setidaknya 38 orang tewas dalam hari paling berdarah sejak kudeta 1 Februari.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.