LONDON, KOMPAS.TV – Inggris memberlakukan sanksi bagi enam jenderal di Myanmar yang dianggap telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Sanksi itu berupa larangan kepada perusahaan Inggris untuk bekerja sama dengan para jenderal terkait bisnis militer.
Langkah ini ditujukan kepada panglima militer Min Aung Hlaing, serta lima anggota Dewan Administrasi Negara lainnya. Dewan ini dibentuk oleh militer untuk menjalankan negara setelah kudeta. Setiap anggota dewan tersebut, sekarang dikenakan sanksi oleh Inggris.
Selain itu, pemerintah Inggris mengatakan akan menangguhkan semua promosi perdagangan dengan Myanmar.
Baca Juga: Demonstrasi Myanmar Ricuh, Pengunjuk Rasa Antikudeta Bentrok dengan Pendukung Junta Militer
“Paket tindakan hari ini mengirimkan pesan yang jelas kepada rezim militer di Myanmar bahwa mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia akan dimintai pertanggungjawaban, dan pihak berwenang harus menyerahkan kembali kendali kepada pemerintah yang dipilih oleh rakyat Myanmar,” ujar Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab seperti dikutip dari Al Jazeera.
Sanksi Inggris yang segera berlaku, juga akan mencegah para jenderal untuk melakukan perjalanan ke Inggris.
Sebelumnya, Amerika Serikat juga telah mengumumkan sanksi serupa. Sementara Uni Eropa pekan ini mengatakan siap untuk mengadopsi langkah-langkah pembatasan yang menargetkan orang-orang yang bertanggung jawab atas kudeta militer.
Ratusan ribu orang telah turun ke jalan di Myanmar untuk menentang kudeta. Para pekerja juga melakukan pemogokan sebagai bagian dari gerakan sipil untul melawan junta militer.
Baca Juga: Menlu Retno Marsudi Dilaporkan Akan Terbang Ke Myanmar Hari Kamis, Apa Agenda Indonesia?
Ketegangan meningkat selama seminggu terakhir karena tewasnya dua orang di Mandalay, kota terbesar kedua di negara itu. Kedua orang ini tewas akhir pekan lalu, ketika polisi menggunakan kekerasan untuk membubarkan kerumunan.
Pada hari Kamis, juga terjadi kekerasan ketika kelompok-kelompok pro-militer, yang bersenjatakan pisau dan ketapel, menghadapi pengunjuk rasa anti-kudeta di Yangon. Sementara itu pihak berwenang juga menggunakan gas air mata untuk membubarkan demonstran.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, mengatakan saat ini sebanyak 748 orang telah ditangkap sejak kudeta terjadi pada 1 Februari lalu. Banyak orang diangkut dari rumah mereka pada malam hari.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.