Kompas TV nasional hukum

Irjen Napoleon Bonaparte Seret Nama Menkumham Yasonna Laoly di Kasus Djoko Tjandra

Kompas.tv - 23 Februari 2021, 07:34 WIB
irjen-napoleon-bonaparte-seret-nama-menkumham-yasonna-laoly-di-kasus-djoko-tjandra
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly sebelum pelantikan menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/10/2019). (Sumber: KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)
Penulis : Tito Dirhantoro

JAKARTA, KOMPAS TV - Mantan Kadiv Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte, menyeret nama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly dalam kasus Djoko Tjandra.

Napoleon menjelaskan alasannya dirinya membawa-bawa nama Menkumham tersebut.

Baca Juga: Irjen Napoleon Bonaparte Dituntut 3 Tahun Penjara Terkait Kasus Djoko Tjandra

Menurut dia, penghapusan status buronan atau DPO atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra dari Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistem Informasi Keimigrasian (SIMKIM) Direktorat Jenderal Imigrasi bukanlah tanggung jawabnya.

Melainkan, kata Napoleon, hal tersebut menjadi tanggung jawab Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly.

"Bahwa penghapusan nama Joko Soegiarto Tjandra dalam sistem ECS adalah kewenangan Menteri Hukum dan HAM RI (Yasonna Laoly) atau Dirjen Imigrasi (Jhoni Ginting)," kata Napoleon saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (22/2/2021).

"Sehingga bukan tanggung jawab Terdakwa karena memang Terdakwa tidak memiliki kewenangan itu."

Baca Juga: Brigjen Prasetijo Utomo Dituntut 2,5 Tahun Penjara atas Suap dari Djoko Tjandra

Napoleon juga menyebut dirinya adalah korban kriminalisasi dari kasus yang telah direkayasa.

Ia mengatakan, jerat hukum yang menimpanya adalah upaya mempertahankan kewibawaan institusi Polri di tengah sorotan publik atas bebasnya buronan Djoko Tjandra keluar-masuk Indonesia.

"Bahwa kami telah menjadi korban dari kriminalisasi melalui media sosial yang memicu malapraktik dalam penegakan hukum," ujarnya.

Adapun kriminalisasi yang dimaksud, kata Napoleon, berupa masifnya pergunjingan publik karena perasaan sinisme terhadap kekuasaan.

Baca Juga: Terbukti Bersalah Terima Suap dari Djoko Tjandra, Jaksa Pinangki Divonis 10 Tahun Penjara

"Sehingga menggeneralisir setiap simbolnya sebagai pelampiasan hasrat ghibah yang memicu malapraktik dalam penegakan hukum atas nama mempertahankan keluhuran marwah institusi," ujar Napoleon.

Napoleon mengatakan, ada rekayasa di balik kasus yang menimpanya. Ia menuding rekan Djoko Tjandra, Tommy Sumardi, yang menjadi aktor utama dari rekayasa tersebut.

Menurut Napoleon, semua itu bermula ketika Tommy diminta mengakui menerima uang sebanyak Rp 10 miliar dari Djoko Tjandra terkait pengurusan pengecekan Red Notice.

Hanya, Napoleon tidak mengatakan secara gamblang siapa pihak yang mendesak Tommy.

Baca Juga: ICW Desak KPK Ambilalih Kasus Djoko Tjandra dan Temukan “King Maker” Sebenarnya

"Rekayasa kasus ini pun dimulai, Tommy Sumardi enggak punya pilihan lain kecuali berupaya mati-matian agar tidak dituntut karena telah menipu mentah-mentah Djoko Tjandra dengan janji dapat mengurus Red Notice," ujar Napoleon.

"Untuk menghindar dari konsekuensi tersebut, maka di hadapan penyidik Bareskrim Polri, Tommy Sumardi kemudian merekayasa cerita bahwa uang tersebut telah dibagikan kepada kami."

Dalam kesimpulan pleidoi, Napoleon meminta majelis hakim membebaskan dirinya dari seluruh tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Sebab, menurutnya, penghapusan DPO atas nama Djoko Tjandra bukan merupakan tanggung jawabnya, melainkan Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham.




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x