JAKARTA, KOMPAS.TV- Politikus Partai Gerindra Habiburokhman setuju dengan keinginan polisi agar tidak semua laporan terkait Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) diproses. Sebab, harus dibedakan antara menebar kebencian untuk memecah belah bangsa dan kritik.
"Sepakat sekali dengan petunjuk Pak Presiden kepada Kapolri agar penerapannya terus dievaluasi. Harus ada pemetaan yang jelas siapa terlapor yang benar-benar hendak memecah belah dengan menebar kebencian dan siapa yang hanya mengkritik atau berpendapat," kata Habib yang juga WAkil Ketua Umum Partai Gerindra ini, Selasa (16/2/2021).
Baca Juga: Cerita Anies Ketika Diserang Kritik hingga Caci Maki, Buzzer Bisa Malu Sendiri
Menurut anggota Komisi III DPR ini, bukan hanya penerapan hukum berdasarkan UU ITE saja, yang lebih penting lagi adalah edukasi kepada masyarakat. Sebab, banyak juga masyarakat yang belum sadar ada UU ITE yang siap menjerat mereka.
Bahkan, kata Habib, bukan saja UU ITE yang digunakan, ada juga UU No 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang satu paket ketika membuat laporan ke kepolisian. "Sebelum di DPR saya advokat, paham betul bahwa dua UU itu seperti jadi satu paket yang dijadikan dasar untuk saling lapor dengan latar belakang politik," katanya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo akan melakukan evaluasi terhadap penerapan UU ITE. Kapolri akan mengedepankan edukasi seperti program Presisi yang diajukannya.
Baca Juga: KSP: Kritik Membangun Kinerja yang Lebih Baik
"Masalah UU ITE juga menjadi catatan untuk ke depan betul-betul kita bisa laksanakan penegakan hukum secara selektif dengan mengedepankan edukasi, mengedepankan sifat persuasi dan kemudian kita upayakan untuk langkah-langkah yang bersifat retorative justice," kata Sigit usai Rapim TNI-Polri di Rupatama Mabes Polri, Senin (15/2).
Hal itu sesuai arahan Presiden Jokowi, yang mengingatkan Kapolri. "Oleh karena itu saya minta kepada Kapolri agar jajarannya lebih selektif menyikapi dan menerima pelaporan pelanggaran UU ITE. Hati-hati, pasal-pasal yang bisa menimbulkan multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati, penuh dengan kehati-hatian," kata Presiden Jokowi.
Presiden juga mempertimbangkan untuk mengajukan revisi terhadapUU ITE. "Kalau UU ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya, saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi UU ITE ini. Karena di sinilah hulunya, terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," ujarnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.